Reporter: Aulia Fitri Herdiana | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tidak mau terus merugi, PT Krakatau Steel (Persero) Tbk bertekad melakukan tiga langkah utama pada tahun 2018. Dengan melakukan efisiensi, meningkatkan kapasitas produksi, dan meningkatkan daya saing.
Direktur Utama PT Krakatau Steel (Persero) Tbk, Mas Wigrantoro mengaku optimistis dapat mencapai target pada tahun 2018. Target penjualan pada tahun 2018 perusahaan emiten berkode saham KRAS tersebut ialah 2,8 juta ton baja, atau meningkat 40 % dibanding tahun 2017.
"Tahun ini proyek besar yang sedang digarap adalah Blast Furnace dan Hot Strip Mill (HSM) 2," terang Mas saat memberi sambutan dalam acara media gathering di Cilegon, Senin (12/2).
Blast Furnace atau tungku pembakaran merupakan langkah KRAS untuk melakukan peningkatan efisiensi. Proyek yang dicanangkan sejak tahun 2013 itu diharapkan mampu menghemat US$ 58/ton.
Blast Furnace tercatat memiliki nilai investasi sebesar US$ 661,5 juta dengan kapasitas produksi 1,2 juta ton/tahun.
Sementara itu, untuk meningkatkan kapasitas produksi, KRAS mengandalkan Hot Strip Mill 2 yang saat ini proses pengerjaannya mencapai 55 %.
Melalui HSM 2, kapasitas produksi KRS diharapkan bertambah 1,5 juta ton/tahun menjadi 3 juta ton/tahun. Nilai investasi proyek yang menghasilkan Hot Rolled Coil itu tercatat mencapai US$ 450,4 juta.
"Langkah ketiga ialah dengan meningkatkan daya saing melalui peningkatan kualitas sumber daya, kami akan melakukan Corporate Culture Transformation," ucapnya.
KS tercatat masih mengalami kerugian sebesar US$ 75 juta hingga Q3 2017, namun angka kerugian tersebut menurun dibandingkan periode yang sama tahun 2016 yakni sebesar US$ 115 juta.
Tahun ini, KS menghadapi tahun 2018 dengan rasa optimistis dapat memperoleh laba bersih yang positif. KS juga menargetkan kontribusi anak perusahaannya terhadap laporan konsolidasi menjadi 45 % dari yang sebelumnya 15 %.
Menurut Mas, hal ini dilakukan karena industri baja nasional sangat dipengaruhi oleh fluktuasi harga baja internasional, sehingga membutuhkan dukungan anak perusahaan lebih besar dari sebelumnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News