kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Tolak program wajib sertifikasi CHSE mandiri Kemenparekraf, begini alasan PHRI


Senin, 27 September 2021 / 16:14 WIB
Tolak program wajib sertifikasi CHSE mandiri Kemenparekraf, begini alasan PHRI
ILUSTRASI. Pengunjung menikmati pemandangan di salah satu hotel yang kini tingkat hunian atau okupansinya mulai meningkat di Malang, Jawa Timur, Senin (17/12/2018). ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto/aww.


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Tendi Mahadi

Dia pun memberikan ilustrasi, menurut data BPS, jumlah hotel saat ini berkisar di angka 29.243 hotel. Dengan asumsi biaya sertifikasi mencapai Rp 10 juta, maka biaya yang ditanggung oleh pengusaha hotel sekitar Rp 292 miliar. Sementara itu, dengan asumsi jumlah restoran di seluruh Indonesia mencapai 118.069 dan biaya sertifikasi Rp 8 juta, maka pengeluaran dari pelaku usaha bisa mencapai Rp 944 miliar. 

Dihubungi terpisah, Sekretaris Jenderal PHRI Maulana Yusran mengungkapkan bahwa penolakan terhadap wajib CHSE mandiri yang bertaut dengan OSS juga datang dari pengurus PHRI daerah lainnya. Maulana bercerita, sertifikasi CHSE awalnya dibuat oleh Kemenparekraf pada tahun lalu untuk mengembalikan kepercayaan pasar terhadap pariwisata Indonesia di tengah pandemi.

Kemenparekraf pun membuat program sertifikasi CHSE gratis, tapi hanya untuk 15.000 paket yang ditujukan untuk 13 sektor usaha pariwisata. "Sementara kalau kita bicara hotel saja kan jumlahnya udah 30.000-an. Terus bagaimana sisanya? (Sertifikasi) CHSE ini juga kan expired setiap tahun, apakah Kemenparekraf mau menanggungnya?," terang Maulana saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (27/9).

Maulana juga menekankan bahwa mekanisme dalam CHSE sebenarnya tidak ada yang baru dalam standar usaha hotel dan restoran. Adapun untuk protokol kesehatan (prokes) covid-19, PHRI sudah membuat standar atau pedoman sejak awal pandemi. Pelaku usaha restoran dan hotel sudah memiliki standar prokes sejak 5 Maret 2020 dan telah diubah dua kali mengikuti ketentuan dari Kementerian Kesehatan.

Baca Juga: Waspada Covid-19 gelombang ketiga, infeksi virus corona akibat varian baru bertambah

"Jadi kalau CHSE mau dijadikan mandatory, itu buat apa lagi? dengan sertifikasi usaha saja, pelaku usaha restoran dan hotel sudah menerapkan itu semua (apa yang disyaratkan di sertifkasi CHSE). Kemudian diwacanakan masuk ke OSS, kalau sifatnya volunteer (sukarela) ya silakan saja," tegas Maulana.

Sayangnya, hingga tulisan ini dibuat, pihak Kemenparekraf belum menjawab permintaan konfirmasi dan pertanyaan dari Kontan.co.id.

Di sisi lain, di luar sertifikasi CHSE, pelaku usaha hotel dan restoran menyambut baik rencana pemerintah untuk kembali membuka kegiatan berskala besar seperti konser dan resepsi pernikahan. Hal ini diharapkan bisa mendongkrak pemulihan kondisi bisnis di industri hospitality. Namun dengan catatan, prokes ketat tetap diterapkan.

"Saya kira kami menyambut baik, terimakasih kepada pemerintah untuk pembukaan itu. Tapi sekali lagi, masyarakat juga harus taat prokes. kalau tidak, nanti terjadi peningkatan covid lagi, dan dampaknya bisa ditutup lagi," pungkas Sutrisno.

Selanjutnya: PHRI Jakarta tolak rencana sertifikasi CHSE bagi industri pariwisata

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×