kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45901,42   2,67   0.30%
  • EMAS1.318.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tolak teken kontrak Sarulla, direksi PGE dipecat


Rabu, 03 April 2013 / 06:00 WIB
Tolak teken kontrak Sarulla, direksi PGE dipecat
ILUSTRASI. Manfaat Pisang Rebus, Salah Satu Menu Sehat yang Cocok untuk Diet


Reporter: Azis Husaini | Editor: Azis Husaini

JAKARTA. Empat direksi PT Pertamina Geothermal Energi (PGE) terpental dari posisinya. Rupanya, pencopotan itu berkaitan erat dengan proyek pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) Sarulla berkapasitas 3x110 megawatt (MW), di Tapanuli Utara, Sumatera Utara.

Awal masalah ini muncul ketika 8 Februari 2013, Pemerintah menerbitkan peraturan bersama yang ditandatangani Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Menteri Keuangan, dan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Isi kesepakatan tiga menteri itu adalah  status kepemilikan aset panas bumi yang berasal dari kontrak operasi bersama.

Aturan itu menjelaskan soal status kepemilikan aset bisnis  pembangkit panas panas bumi. Intinya, aset hulu berupa sumur dan fasilitas pengeboran, maupun aset hilir berupa peralatan dan pembangkit listrik merupakan milik PGE. Pasal 6  peraturan itu menyatakan, untuk keperluan pembiayaan proyek berdasarkan kontrak operasi bersama atau Joint Operation Contract (JOC), Pertamina atau anak usahanya dapat mengalihkan hak kepemilikan aset, menjaminkan atau mengagunkan aset hilir kepada pihak lain, asalkan sesuai dengan prinsip kelaziman bisnis.

SKB tiga menteri ini sebagai payung pengalihan status aset yang tertera dalam aturan bersama itu. Kesepakatan tiga menteri itu pula yang menjadi  dasar penandatanganan JOC antara PGE dan konsorsium pemilik saham PT Sarulla Operation Limited (pengelola PLTP Sarulla).

Sebagai catatan pemegang saham Sarulla Operation terdiri dari empat perusahaan. Mereka adalah Medco Power  yang menguasai 37,25% saham Sarulla Operation, Kyushu Electric (25%), Itochu Corporation (25%), serta Ormat International Inc (12,75%).

Persoalannya, para direksi PGE menolak menandatangani JOC dengan konsorsium swasta. Alasannya, berdasar informasi yang dihimpun KONTAN, isi JOC tersebut merugikan PGE.

Misalnya, salah satu klausul JOC tersebut menyebutkan bahwa meski status aset milik PGE itu sudah dialihkan ke konsorsium, pembayaran pajak bumi dan bangunan (PBB) tetap dibebankan ke PGE. "Masak sudah mengambil aset, bayar pajaknya tetap dibebankan ke PGE," ungkap seorang sumber KONTAN, Selasa (2/4).

Lantaran menolak menandatangani JOC, para direksi PGE dianggap menghambat proyek PLTP Sarulla. Ujungnya, empat direksi PGE terpental.  "Padahal, direksi PGE hanya tidak ingin merugikan PGE dan negara. Apalagi aset itu akan dialihkan ke konsorsium selama 30 tahun," imbuh sumber tersebut.

Hanya rotasi biasa

Pemecatan mereka tidak berlangsung sekaligus, melainkan secara bertahap.  Direktur Utama PGE, Slamet Riyadi, dicopot lebih dulu pada 22 Februari 2013.

Tahap selanjutnya,  Direktur Perencanaan dan Pengembangan PGE, Zainal Ilmie Bachrun, Direktur Operasi PGE, M. Irhas, serta  Direktur Keuangan PGE, Narendra, giliran dipecat dari jabatannya pada 11 Maret 2013. "Sekarang praktis JOC diambil alih oleh Komisaris Utama PGE, Muhammad Husein," ungkap si sumber ini.

Menanggapi informasi tersebut, Muhammad Husein yang juga Direktur Hulu Pertamina, enggan menjelaskan duduk perkara persoalan tersebut. Namun, ia memastikan, proyek tersebut akan bisa berjalan sebab PGE sudah setuju. "JOC sudah diteken," ungkapnya singkat.

Menanggapi pemecatan tersebut. Vice President Corporate Communication Pertamina, Ali Mundakir, menyatakan, pergantian posisi direksi di jajaran anak usaha Pertamina itu sudah biasa. "Langkah itu untuk mengejar target pendapatan perusahaan yang sudah ditetapkan sebelumnya," kata dia.                 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×