Reporter: Handoyo | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. PT Tunas Baru Lampung Tbk akan serius menggarap bisnis gula. Perusahaan perkebunan kelapa sawit ini sedang membangun pabrik gula rafinasi yang diharapkan akan mulai beroperasi di pengujung tahun 2012 ini atau awal tahun 2013. "Kami menargetkan pembangunan pabrik gula rafinasi ini sudah selesai akhir tahun ini," kata Hardy, Sekretaris Korporat Tunas Baru Lampung, kemarin (8/3).
Untuk membangun pabrik anyar ini, perusahaan yang memiliki kode saham TBLA dan kebun kelapa sawit 10.000 hektare (ha) ini menyiapkan anggaran Rp 500 miliar. Pabrik ini ditargetkan menghasilkan sekitar 600 ton gula kristal putih (GKP) per hari.
Lokasi pabrik PT Tunas berada di Way Lunik, Lampung. Pabrik ini berada di atas lahan 4 ha.
Nantinya, pabrik ini bakal mengolah gula mentah impor menjadi gula rafinasi. Untuk mendapatkan pasokan gula mentah impor, Tunas Baru sedang menjajaki bahan baku di Brasil dan Thailand.
Menurut Hardy, masuknya Tunas Baru ke bisnis gula ini lantaran melihat cerahnya prospek bisnis gula rafinasi ini. Kebutuhan industri di dalam negeri akan gula rafinasi masih tinggi sedangkan pasokan produk ini di pasar relatif masih kurang.
Tunas Baru Lampung bakal memasarkan gula rafinasi ke kalangan industri makanan dan minuman di wilayah Jawa. Maklum, selama ini industri makanan dan minuman menjadi konsumen utama gula rafinasi.
Anak usaha Tunas Baru Lampung, PT Adi Karya Gemilang, nantinya bakal mendapat mandat mengurusi bisnis pengolahan gula mentah ini.
Bisa banjir gula impor
PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI), anak perusahaan Astra International, sebelumnya juga menyatakan akan membangun pabrik gula. Bedanya, Astra Agro Lestari akan mengolah bahan baku berupa tebu dari hasil kebun dalam negeri, bukan mengolah gula rafinasi impor.
Pabrik AALI yang bakal mulai dibangun tahun ini berlokasi di Papua. Pembangunan pabrik tersebut sejalan dengan rencana AALI yang tengah sibuk mencari lahan seluas 20.000 ha di Papua untuk perkebunan tebu.
Jika terwujud nantinya, Astra Agro bakal punya fasilitas bisnis gula yang terintegrasi dari hulu ke hilir. "Hanya dengan cara ini kami bisa mendapatkan keunggulan kompetitif dibandingkan dengan produsen lain," kata Santosa, Direktur Astra Agro.
Colosewoko, Tenaga Ahli Asosiasi Gula Indonesia, mengkhawatirkan, bertambahnya pabrik gula rafinasi baru bisa menekan tebu rakyat. "Saat ini saja kebutuhan gula untuk industri makanan dan minuman sudah tercukupi," kata Colosewoko.
Sejauh ini delapan pabrik gula rafinasi yang ada di Indonesia, menurut Colosewoko, memiliki kapasitas produksi 3,1 juta ton per tahun. Tapi berdasarkan audit pemerintah, gula yang dihasilkan dari delapan pabrik ini baru sekitar 2,4 juta ton per tahun.
Nah, Colosewoko berharap, apabila ada perusahaan pengolahan gula baru yang masuk ada baiknya gula yang diproses tersebut berasal dari tebu rakyat. "Kalau berbasis gula mentah impor, swasembada gula yang didengungkan pemerintah tidak akan tercapai," sungut Colosewoko.
Padahal masuknya investasi baru untuk pengolahan gula berbahan dasar tebu rakyat ini akan membuat produktivitas dan kualitas perkebunan rakyat menjadi meningkat.
Sudah begitu, bertambahnya perusahaan gula rafinasi akan memicu ketidakseimbangan pasar. Ia khawatir, jika tidak terjadi keselarasan antara pasokan dan kebutuhan gula nasional maka perembesan gula rafinasi ke pasar tradisional bisa jadi tidak terelakkan lagi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News