Sumber: Kompas.com | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Twitter mengumumkan rencananya membuka kantor di Indonesia yang dijadwalkan sudah terealisasi dalam tiga hingga enam bulan ke depan.
Layanan micro-blogging itu pun menyatakan siap mematuhi hukum yang berlaku di Indonesia, termasuk dalam hal pemblokiran konten negatif seperti pornografi yang diedarkan oleh penggunanya.
“Kami sangat terbuka, semua konten di Twitter bisa dilihat oleh siapapun,” kata Kepala Komunikasi Korporat Twitter untuk Wilayah Asia Pasifik, Dickson Seow, ketika dijumpai usai acara jumpa pers di Jakarta, Jumat (29/8/2014).
“Kalau Anda menemukan konten sensitif (pornografi) di platfom kami, Anda bisa memberi flag atau menandai konten bersangkutan untuk ditindaklanjuti oleh tim kami,” ujar Seow lagi.
Lebih jauh, Seow juga menyatakan bahwa, ketika kantornya di Indonesia sudah dibuka nanti, Twitter membuka diri untuk bekerjasama dalam hal penanganan konten negatif, termasuk dengan pihak pemerintah atau kepolisian.
“Tentu, kami menghormati hukum negara tempat kami beroperasi… Kami selalu mengacu pada dua hal, yaitu peraturan komunitas tentang penggunaan Twitter dan hukum setempat.”
Seow mengatakan bahwa Twitter melarang penggunaan materi berbau pornografi di bagian header dan foto profil pengguna. Namun, konten negatif yang termuat di dalam tweet harus di-flag atau ditandai terlebih dahulu agar bisa diselidiki oleh pihak Twitter.
Twitter selama ini memang telah menyediakan mekanisme untuk melaporkan dugaan adanya konten ilegal. Pada gambar yang dimuat di tweet, misalnya, terdapat sebuah tombol bernama “flag media” yang akan menandai konten bersangkutan. Tim Twitter kemudian akan meninjau pantas-tidaknya konten tersebut untuk ditayangkan.
Di Indonesia, awal bulan ini Rancangan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika tentang Penanganan Situs Internet Bermuatan Negatif (RPM Blokir Konten) telah disahkan menjadi Peraturan Menteri Kominfo Nomor 19 Tahun 2014 tentang Penanganan Situs Internet Bermuatan Negatif.
Peraturan Menteri tersebut menuai kontorversi, karena sebagian pihak menilai bahwa pengertian “konten negatif” di dalamnya bersifat sangat luas dan multi-tafsir.
Atas dasar pemuatan “konten negatif” itulah, Kementerian Komunikasi dan Informatika pada Mei lalu memblokir situs layanan video sharing Vimeo, yang hingga kini masih belum bisa diakses kembali.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News