kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.528.000   2.000   0,13%
  • USD/IDR 16.140   100,00   0,62%
  • IDX 7.080   43,33   0,62%
  • KOMPAS100 1.058   7,20   0,69%
  • LQ45 827   1,51   0,18%
  • ISSI 216   1,79   0,84%
  • IDX30 423   0,27   0,06%
  • IDXHIDIV20 512   -2,14   -0,42%
  • IDX80 120   0,73   0,61%
  • IDXV30 126   0,70   0,56%
  • IDXQ30 142   -0,50   -0,35%

UMKM keberatan, mengurus SNI mahal dan berbelit-belit


Rabu, 13 April 2011 / 10:23 WIB
UMKM keberatan, mengurus SNI mahal dan berbelit-belit
ILUSTRASI. Dokter patologi klinik menunjukkan cara kerja alat Polymerase Chain Reaction (PCR) di Ruang Ektraksi DNA dan RNA Laboratorium Mikrobiologi RSUD Sidoarjo, Jawa Timur, Sabtu (20/6/2020). Pengoperasian alat PCR yang dapat memeriksa 1.000 sampel tersebut, dih


Reporter: Ragil N., Mona Tobing, Handoyo, Gloria Natalia | Editor: Rizki Caturini

JAKARTA. Kementerian Perindustrian mengusulkan penerapan wajib Standar Nasional Indonesia (SNI) bagi 21 produk. Sontak, rencana ini mengundang reaksi pelaku industri kecil dan menengah. Mereka mengaku belum siap jika SNI benar-benar diterapkan pada tahun 2011-2012.

Apalagi dari 21 produk baru yang bakal terkena sasaran SNI, banyak yang diproduksi UMKM, antara lain jaket, detergen bubuk, kaca spion, dan baju bayi. "Industri kecil akan langsung mati jika SNI diterapkan tapi mengabaikan kesiapan UMKM," ungkap Ivone Wijaya, pemilik CV Multi Jaya Utama di Sidoarjo yang memproduksi detergen bubuk.

Dia melihat, sampai saat ini banyak industri kecil yang belum siap. Ujungnya, lagi-lagi pengusaha bermodal besar yang bisa mengikuti prosedur dan menikmati untung dengan ketentuan baru itu.

Maklum, pengusaha membutuhkan biaya besar agar produknya bisa mendapat stempel SNI. Selain anggaran administrasi pengurusan SNI, mereka juga harus menambah investasi baru demi mengejar kualitas berstandar SNI.

Sudah begitu, birokrasi dan registrasi SNI berbelit-belit. Ivone mencontohkan, dia sudah hampir setahun mencoba mendapatkan registrasi Departemen Kesehatan untuk produk sabun colek. Sampai saat ini, upayanya masih nihil. "Berbelit-belit," akunya.

Tak hanya Ivone yang gelisah dengan rencana pemberlakuan wajib SNI itu. Dedie Supriadi, pemilik toko Biker, produsen jaket kulit di Garut, Jawa Barat, juga khawatir dengan rencana penerapan SNI bagi produk jaket. Dedi bukan takut kualitas produknya tak sesuai SNI. Dia gelisah apabila penerapan wajib SNI jaket itu akan menjadi ladang baru pungutan liar.

Pemilik usaha perlengkapan bayi dan ibu merek Le Monde, Jackie Ambadar malah mempertanyakan tujuan wajib SNI. "Ini demi meningkatkan kualitas produk atau hanya sekadar memberi pekerjaan rumah?"ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×