Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pemerintah resmi mengubah skema pembayaran dana kompensasi energi untuk Pertamina dan PLN.
Kebijakan baru yang tertuang dalam PMK Nomor 73 Tahun 2025 ini dinilai akan memperbaiki arus kas dua BUMN energi tersebut dan mengurangi beban pembiayaan jangka pendek.
Ekonom Bright Institute Yanuar Rizky menyampaikan, penerapan pembayaran kompensasi bulanan dengan batas maksimal 70% dari hasil review Inspektorat Jenderal akan berdampak langsung pada perbaikan likuiditas Pertamina dan PLN.
Baca Juga: Logisticsplus (LOPI) Dorong Sarana Perkeretaapian Lewat Kerjasama Strategis
“Ya, ini akan menolong cash flow Pertamina dan PLN, sehingga beban bridging kredit ke perbankan karena keterlambatan pembayaran pemerintah dikurangi. Sisa 30% itu yang tertunda dan menunggu audit BPK,” jelas Yanuar kepada Kontan, Rabu (19/11/2025).
Dalam PMK 73/2025, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menetapkan bahwa pemerintah akan membayar 70% dana kompensasi setiap bulan, berdasarkan hasil review perhitungan bulanan.
Sementara itu, 30% sisanya akan dibayar setelah audit BPKP rampung, yang dijadwalkan setiap September tahun berjalan.
Pemerintah juga membuka ruang fleksibilitas: batas 70% dapat dinaikkan atau diturunkan sesuai dinamika fiskal dan harga energi global. Artinya, pencairan bisa lebih kecil bila APBN tertekan, atau lebih optimal bila ruang fiskal mencukupi.
Sebelumnya, pembayaran kompensasi dilakukan per tiga bulan setelah hasil audit BPKP keluar. Skema ini berlaku sejak era Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Namun Purbaya mengubah pendekatan itu agar kompensasi cair lebih cepat.
“Itu hanya dipindahin, tadinya dibayarnya di belakang jadi di depan. Jadi mereka menghemat biaya bunga. Ini efisiensi saja,” ujar Purbaya.
Baca Juga: Plastics and Rubber Indonesia 2025 Hadirkan Inovasi Smart Plastics dan Smart Rubber
Dia memastikan kebijakan ini tidak menambah beban APBN, karena hanya mengatur ulang jadwal pencairan, bukan total nilai kompensasinya.
Dalam RUPS Tahunan Tahun Buku 2024 yang digelar 12 Juni 2025, manajemen menyampaikan:
Pendapatan: US$ 75,33 miliar (Rp 1.194 triliun), EBITDA: US$ 10,79 miliar (Rp 171,04 triliun), Laba Bersih: US$ 3,13 miliar (Rp 49,54 triliun)
Direktur Utama Pertamina Simon Aloysius Mantiri menyebut tren kinerja masih positif meski tekanan eksternal meningkat.
Untuk 2025, Pertamina mematok target Pendapatan: US$ 68,7 miliar (Rp 1.127 triliun), Laba bersih (NPAT): US$ 3,3 miliar (Rp 54 triliun), EBITDA: US$ 9,6 miliar (Rp 158 triliun), Produksi migas: sekitar 1 juta BOEPD, Yield kilang: sekitar 84%
Direktur Utama Pertamina Simon dan Wakil Direktur Utama Oki Muraza kompak menyatakan bahwa tekanan harga minyak (ICP), biaya pengadaan solar dan migas yang naik, serta pelemahan rupiah membuat efisiensi operasi semakin krusial.
Baca Juga: Perkuat Kedaulatan Data Nasional dengan Manfaatkan Teknologi Blockchain
Hingga 30 September 2025, kontribusi Pertamina kepada negara telah mencapai Rp 262 triliun, yang berasal dari pajak, PNBP, dan dividen. Secara total, Pertamina mencatat kontribusi fiskal lebih dari Rp 300 triliun per tahun.
Pertamina juga memperkuat perannya sebagai penyumbang dividen besar bagi negara.
Dalam RDP dengan Komisi XII DPR RI pada 17 November 2025, Oki Muraza mengungkapkan perusahaan telah menyetorkan Rp 23 triliun dividen kepada Danantara hingga September 2025.
Total dividen atas kinerja tahun buku 2024 mencapai Rp 42,1 triliun, yang disebut sebagai dividen terbesar yang pernah diserahkan Pertamina kepada Danantara.
Selanjutnya: Prakiraan Cuaca BMKG Jakarta 20-29 November 2025: Siaga Hujan!
Menarik Dibaca: 7 Drakor Bertema Keluarga Beragam Genre, Ada yang Dibintangi Jang Ki Young
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













