Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif menyampaikan, pihaknya mengharapkan ada sinergi yang saling menguntungkan antara Indonesia dan Australia dalam pengembangan mineral kritis.
Arifin menyatakan, banyak pola kerja sama yang dapat dibangun antar dua negara ini. Bisa berbentuk barter atau pasokan lithium dari Australia akan diolah di Indonesia.
Namun dia memberikan catatan, pola kerja sama ini nantinya menyesuaikan kebutuhan yang ada serta prospek ke depannya.
“Lithium merupakan elektrolit untuk baterai jadi bagian daripada komponen baterai yang penting, kita punya nikel, kobalt, kita masih punya mangan itu yang bahan dasar selain tembaga. Sebagian (mineral) kita gak punya dan orang lain punya. Maka itu mau kerja sama. Nah ini kita upayakan supaya bisa dijodohin,” ujarnya saat ditemui di Kementerian ESDM, Jumat (7/7).
Baca Juga: Garap Mineral Kritis, Teknis Penugasan Kerja Sama Indonesia - Australia Masih Dikaji
Dihubungi terpisah, Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi), Rizal Kasli menyatakan, kerja sama menggarap mineral kritis ini sangat positif untuk kedua negara, terutama Indonesia.
“Indonesia sejauh ini belum memiliki sumber daya lithium (Li) untuk dapat mendukung ekosistem EV terutama untuk baterainya. Untuk itu perlu dilakukan langkah-langkah agar sumber bahan baku ini bisa diperoleh dari negara lain terutama Australia,” jelasnya.
Rizal menyampaikan, Indonesia merupakan negara dengan cadangan dan produksi nikel terbesar saat ini. Walaupun demikian, Australia juga memiliki cadangan yang cukup besar setelah Indonesia. Selain itu, Negara Kanguru itu juga memiliki potensi sumber bahan baku mineral kritis lainnya.
Dalam pertemuan World Mining Congress ke-26 yang dilaksanakan pada tgl 26-29 Juni 2023 di Australia, Perhapi hadir mewakili Indonesia. Dalam pertemuan itu, Perhapi melihat Australia sangat serius mengembangkan potensi mineral kritis ini di seluruh negara bagiannya dengan penawaran insentif yang cukup menarik kepada investor.
Rizal juga mengungkapkan, Australia mengucurkan dana miliaran dolar untuk eksplorasi mineral kritis ini. Sedangkan, menurutnya, Indonesia belum seserius Australia dalam pengembangan mineral kritis.
“Di Indonesia, dana yang dikucurkan untuk pengembangan dan eksplorasi mineral kritis belum terlalu signifikan untuk pengembangan mineral kritis ini,” ujarnya.
Rizal berharap kerja sama ini bisa menghasilkan win-win solution bagi kedua negara yang bertetangga ini di bidang pengembangan mineral kritis serta dan pengembangan ekosistem kendaraan listrik.
Upaya ini supaya dapat mencapai pengurangan emisi carbon dan tercapainya net zero emission (NZE) sesuai rencana negara masing-masing.
Wakil Ketua Umum Bidang ESDM Kadin Indonesia, Carmelita Hartoto menjelaskan, Indonesia diproyeksikan menjadi manufacturing powerhouse (pusat pengolahan) mineral dengan potensi cadangan nikel dan tenaga kerja Indonesia yang berlimpah.
“Dengan kemudahan akses berbagai bahan baku seperti litium dan didukung oleh standar dan keahlian dari Australia. Ini merupakan kerja sama yang positif,” jelasnya kepada Kontan.co.id, Kamis (6/7).
Seperti yang diketahui, Indonesia memiliki pasokan nikel yang melimpah, sedangkan Australia memiliki lithium, dan keduanya sangat penting bagi komponen penting bagi industri baterai kendaraan listrik.
Hingga saat ini, Kadin Indonesia belum bisa memaparkan lebih rinci mengenai teknis pelaksanaan kerja sama ini. Akankah ditugaskan ke Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tambang atau kerja sama juga dengan pihak lain.
Baca Juga: Jaga Cadangan, Kementerian ESDM Buat Aturan Klasifikasi Mineral Kritis
“Teknis penugasannya masih akan dikaji lebih dalam,” ujarnya.
Yang terang, dia mengungkapkan, berdasarkan nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU) yang sudah ditandatangani Indonesia dan Australia beberapa waktu lalu, kerja sama ini diproyeksikan terlaksana pada 2023-2025.
Selain akan meningkatkan peran kedua negara sebagai pemasok baterai EV dan mineral penting dunia, Carmelita menilai, kerja sama perdagangan dan investasi dari Australia ke Indonesia semakin besar.
“Selain itu juga mempererat kerja sama ekonomi kedua negara dan ASEAN, mengingat Australia juga mitra dagang terbesar ke-10 bagi Indonesia,” tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News