kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.284.000   34.000   1,51%
  • USD/IDR 16.583   -54,00   -0,32%
  • IDX 8.164   24,29   0,30%
  • KOMPAS100 1.114   -1,74   -0,16%
  • LQ45 785   2,47   0,32%
  • ISSI 288   0,72   0,25%
  • IDX30 412   1,40   0,34%
  • IDXHIDIV20 463   -0,63   -0,14%
  • IDX80 123   -0,14   -0,11%
  • IDXV30 132   -1,09   -0,82%
  • IDXQ30 129   0,04   0,03%

Usai Menang di WTO, Ekspor Stainless Steel Indonesia Berpotensi Naik 20% pada 2026


Selasa, 07 Oktober 2025 / 14:05 WIB
Usai Menang di WTO, Ekspor Stainless Steel Indonesia Berpotensi Naik 20% pada 2026
ILUSTRASI. Pengunjung mengamati ketebalan stainles steel saat pameran Indo Metal 2016, Jakarata, Rabu (26/10). pho KONTAN/Carolus Agus Waluyo/26/10/2016. Kemenangan RI atas UE dalam sengketa baja nirkarat di WTO diproyeksikan menjadi katalis positif bagi kinerja ekspor produk hilir nikel nasional.


Reporter: Shintia Rahma Islamiati | Editor: Tri Sulistiowati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kemenangan Indonesia atas Uni Eropa (UE) dalam sengketa baja nirkarat (stainless steel) di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) diproyeksikan menjadi katalis positif bagi kinerja ekspor produk hilir nikel nasional.

Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Indef, M. Rizal Taufikurahman, memperkirakan keputusan WTO yang membatalkan penerapan bea anti-dumping (AD) dan countervailing duty (CVD) oleh UE dapat mendorong kenaikan ekspor stainless steel Indonesia hingga 15%–20% pada 2026, tergantung pada pencabutan tarif secara resmi oleh pihak Eropa.

“Dengan dihapusnya bea masuk yang selama ini mencapai 10%–21%, hambatan harga ekspor akan berkurang, dan border price Indonesia di pasar Eropa kembali kompetitif, terutama untuk produk cold-rolled stainless steel yang sensitif terhadap harga input,” ujar Rizal kepada Kontan, Selasa (7/10/2025).

Baca Juga: Pemerintah Godok Aturan Zero Odol, Berlaku 1 Januari 2027

Meski dampak langsung kemenangan tersebut belum terasa karena UE masih memiliki hak untuk mengajukan banding, Rizal menilai keputusan WTO ini penting secara jangka menengah. 

Putusan tersebut diyakini akan meningkatkan utilisasi kapasitas pabrik baja hilir di kawasan industri Morowali, Konawe, dan Bantaeng.

Data Kementerian Perdagangan dan UN Comtrade mencatat, ekspor stainless steel Indonesia pada 2024 mencapai US$ 8,7 miliar dengan volume lebih dari 11 juta ton, naik hampir 20% dibandingkan tahun sebelumnya.

Selama ini, pasar utama ekspor stainless steel Indonesia masih terkonsentrasi di Asia Timur dan Selatan, terutama Tiongkok, India, dan Taiwan. 

Namun, Rizal menilai kemenangan Indonesia di WTO akan membuka peluang menembus pasar premium Eropa, yang menawarkan margin keuntungan lebih tinggi bagi produk hilir nasional.

Meski peluang ekspor terbuka, tantangan baru juga muncul. Menurut Rizal, industri baja Indonesia perlu menyiapkan diri menghadapi persyaratan keberlanjutan dan intensitas emisi rendah yang kini menjadi syarat utama pasar Eropa.

“Pasca-putusan WTO, peluang ekspor Indonesia ke Uni Eropa terbuka kembali, tetapi bersifat conditional. Secara hukum perdagangan, UE wajib menyesuaikan tarifnya, namun proses politik di dalam blok tersebut bisa memperlambat implementasi,” ujar Rizal.

Mulai 2026, Uni Eropa akan menerapkan Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM), yaitu mekanisme yang membebankan biaya karbon pada setiap ton impor baja berdasarkan tingkat emisi yang terkandung di dalamnya.

Saat ini, intensitas emisi baja nirkarat Indonesia diperkirakan masih sekitar 2,3 ton CO2 per ton baja, jauh di atas rata-rata Eropa sekitar 1,2 ton CO2. Perbedaan ini dapat mengikis keunggulan harga ekspor Indonesia karena biaya karbon tambahan dari CBAM.

Rizal menilai, 2025 menjadi jendela waktu penting bagi Indonesia untuk berbenah menghadapi penerapan CBAM. Pemerintah dan industri perlu menyiapkan pelaporan emisi pabrik-spesifik seperti Life Cycle Assessment (LCA) atau Environmental Product Declaration (EPD), serta mulai mengalihkan energi smelter ke sumber rendah karbon.

Ia menekankan, momentum kemenangan di WTO hanya akan memberi dampak strategis jika diikuti respons cepat dan terkoordinasi antara pemerintah dan pelaku industri.

Baca Juga: Morgan Stanley: 17,3% Anak Muda Indonesia Menganggur, Investasi Lesu Jadi Pemicu

“Pemerintah perlu membentuk WTO Compliance Task Force dan membuka negosiasi teknis dengan Komisi Eropa agar skema karbon domestik diakui dalam mekanisme CBAM,” ujarnya.

Di sisi lain, industri baja didorong untuk memperkuat green competitiveness dengan menurunkan intensitas emisi melalui efisiensi energi, pemanfaatan listrik terbarukan, dan peningkatan rasio penggunaan scrap.

“Langkah-langkah ini bukan hanya defensif, tapi strategis untuk menempatkan Indonesia sebagai green producer dalam rantai nilai global,” pungkas Rizal.

Selanjutnya: Pemalsuan Dokumen Kakek Pemain Timnas Sepak Bola Malaysia: FIFA Bongkar 69 Poin

Menarik Dibaca: Promo Indomaret Harga Spesial Periode 7-20 Oktober 2025, Keju-Sabun Cair Diskon 30%

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Pre-IPO : Explained

[X]
×