Reporter: Vina Elvira | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri keramik lokal terus menunjukkan pertumbuhan kinerja yang positif di tahun ini. Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) mencatat, utilisasi produksi keramik nasional telah mencapai 82% selama periode semester I-2022, meningkat dari tingkat utilisasi pada tahun 2021 lalu yang berada di level 75%.
Ketua Umum Asaki Edy Suyanto mengatakan, pencapaian ini tak lepas dari bentuk dukungan pemerintah untuk industri keramik lewat berbagai program yang dijalankan. Mulai dari kebijakan harga gas bumi tertentu (HBGT), program IOMKI dan SIINAS, program P3DN, hingga program substitusi impor.
Setiap program yang berjalan mampu secara aktif membantu industri keramik nasional untuk rebound atau bangkit lebih cepat, terutama pasca gempuran pandemi Covid-19 sejak dua tahun ke belakang.
"Hal tersebut merupakan katalis positif yang memberikan gairah dan optimis baru buat industri keramik nasional karena sercara langsung ber-impact pada daya saing industri keramik yang membaik, di mana tercermin dari peningkatan tingkat utilisasi yang sebelumnya stagnan di range 60%-65%(2015-2020) sudah meningkat mencapai 75% di 2021 dan 82% untuk kinerja semester I-2022," kata Edy, dalam keterangan tertulis, Senin (8/8).
Baca Juga: Tingkatkan Penetrasi Pasar, Intikeramik Alamasri Industri (IKAI) Buka Showroom Baru
Asaki juga menyebut, industri keramik nasional telah merampungkan ekspansi kapasitas sebesar 15 juta m2/tahun pada 2021.
Edy melanjutkan, saat ini industri juga tengah masuk di zona ekspansif, di mana mulai tahun 2022 hingga awal tahun 2024 ada tambahan kapasitas baru sebesar 74 juta m2, dengan total nilai investasi sekitar Rp 5,5 triliun, serta diproyeksikan akan menyerap 5.000 tenaga kerja baru.
"Dari tahun 2021-2024 mencapai 89 juta m2 per tahun, ini setara dengan 109% dari total angka impor keramik di tahun 2021, di mana diharapkan industri keramik nasional bisa menjadi tuan rumah yang baik di negeri sendiri dengan kemampuannya untuk mensubstitusi produk impor yang selama ini berasal dari Tiongkok,India dan Vietnam," jelas Edy.
Di samping memaparkan kinerja positif, Asaki juga menuturkan sejumlah isu yang ada di industri keramik dalam negeri. Pertama, gangguan kelancaran pasokan gas yang masih terjadi di Jawa Timur.
Edy berharap permasalahan ini bisa segera teratasi dengan gas in dari proyek Jambaran Tiung Biru, di mana selama ini pemenuhan gas hanya berkisar 60% dari kebutuhan.
"Hal tersebut tentu sangan membebani biaya produksi dan daya saing industri keramik Jawa Timur, di mana rata-rata pembelian harga gas berada di atas 7,5usd/mmbtu," ujarnya.
Lebih lanjut, Asaki juga mengharapkan adanya kepastian supply gas dengan harga gas bumi tertentu untuk proyek-proyek ekspansi kapasitas baru yang akan mulai berproduksi pada tahun ini dan 2023 mendatang.
"Asaki memohon pemerintah untuk mengkaji ulang rencana penerapan over dimension over loading (ODOL) 2023, karena hal tersebut akan memicu kenaikan biaya pengiriman keramik yang cukup signifikan dan otomatis akan menyebabkan kenaikan harga jual keramik minimal 10%," imbuh Edy.
Baca Juga: Hingga Semester I, Laba Bersih Cahayaputra Asa Keramik (CAKK) Naik 50,78%
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News