kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

UU Migas dianaktirikan, Faisal Basri: Oligarkinya sedikit


Minggu, 30 Agustus 2020 / 11:34 WIB
UU Migas dianaktirikan, Faisal Basri: Oligarkinya sedikit
ILUSTRASI. Faisal Batubara atau lebih dikenal sebagai Faisal Basri adalah ekonom dan politikus asal Indonesia. Foto/KONTAN/Djumyati Partawidjaja


Reporter: Filemon Agung | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah melalui Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) memastikan akan ada dua regulasi yang masuk dalam pembahasan Program Legislasi nasional (Prolegnas) yakni UU Energi Baru Terbarukan dan UU Migas.

Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto mengungkapkan dari kedua UU tersebut, Komisi VII akan memprioritaskan UU Energi Baru Terbarukan untuk segera dituntaskan.

Sugeng menjelaskan, penyusunan naskah akademik telah dilakukan untuk UU EBT dan ditargetkan rampung dalam dua hingga tiga masa sidang.

Baca Juga: Menilik perkembangan nasib lahan eks tambang Asmin Koalindo Tuhup (AKT)

"DPR dari sisi prioritas yang akan kita tuntaskan adalah EBT. (pengembangan) EBT harus dimulai," ungkap Sugeng dalam diskusi virtual, Sabtu (29/8).

Sugeng melanjutkan, pembahasan UU Migas masih terkendala Daftar Isian Masalah (DIM) pemerintah yang tak kunjung siap. DPR bahkan menyatakan siap menyerahkan inisiatif UU Migas ke tangan pemerintah jika tak kunjung ada perkembangan.

Menanggapi dinamika yang terjadi, Ekonom Senior Faisal Basri menilai pembahasan UU Migas tidak dianggap penting oleh pemerintah dan DPR.

"Ini undang-undang udah lama sekali. Saya nangkepnya mungkin ngak penting tuh UU Migas. Tadinya inisiatif DPR terus bolanya mau digocek ke pemerintah," kata Faisal dalam kesempatan yang sama.

Baca Juga: SKK Migas nilai perubahan aturan kontrak bagi hasil berdampak positif pada investasi

Menurutnya, pembahasan kedua UU harusnya bisa dilakukan secara paralel. Kendati demikian, Faisal mengungkapkan jika dilihat dari sisi ekonomi politik maka pembahasan UU Migas yang seperti dianaktirikan dapat dipahami karena ada perbedaan oligarki.




TERBARU

[X]
×