kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45892,58   -2,96   -0.33%
  • EMAS1.324.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

UU Minerba baru, ini 2 poin yang menjadi perhatian Asosiasi Penambang Nikel (APNI)


Minggu, 17 Mei 2020 / 20:01 WIB
UU Minerba baru, ini 2 poin yang menjadi perhatian Asosiasi Penambang Nikel (APNI)
ILUSTRASI. Kendaraan truk melakukan aktivitas pengangkutan ore nikel ke kapal tongkang di salah satu perusahaan pertambangan di Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara, Rabu (6/11/2019). Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM telah memutuskan mel


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengesahan perubahan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) membuka babak baru rezim hukum pertambangan di Indonesia.

Sejumlah kalangan memberikan tanggapannya terhadap beleid baru tersebut, tak terkecuali dari Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI).

Sekretaris Jenderal APNI Meidy Katrin Lengkey berharap, hadirnya UU minerba baru ini bisa memberikan rasa adil dan kepastian hukum yang jelas bagi industri pertambangan.

Baca Juga: UU Minerba menarik bagi investasi? Tunggu dulu aturan turunannya

Terlebih, bisa mendukung pengembangan usaha dan investasi penambang dalam negeri, khususnya di saat dan pasca pandemi Corona (covid-19).

"Harapan kami, dengan adanya perubahan UU Minerba ini mampu menjadi payung hukum dan memberikan keadilan. Sehingga para penambang yang merupakan anak bangsa, mampu bangkit terutama di tengah covid-19, serta dapat menjadi tuan rumah di negaranya sendiri," kata Meidy kepada Kontan.co.id, Sabtu (16/5).

Paling tidak, Meidy menyoroti dua poin penting dalam UU minerba baru ini. Pertama, terkait dengan kewenangan pemerintah pusat, khususnya dalam pengaturan harga dan tata niaga mineral logam. Kedua, terkait dengan hilirisasi, khususnya yang terkait dengan relaksasi ekspor mineral.

Dalam perubahan UU Minerba ini, Pasal 5 mengatur tentang kewenangan pemerintah pusat dalam menetapkan jumlah produksi, penjualan dan harga mineral logam, mineral bukan logam jenis tertentu, atau batubara.

Selanjutnya, Pasal 6 ayat (1) Huruf U mengatur kewenangan pemerintah pusat dalam menetapkan harga patokan mineral logam, mineral bukan logam jenis tertentu, mineral radioaktif dan batubara.

Meidy bilang, penerapan Harga Patokan Mineral (HPM) oleh pemerintah pusat melalui Kementerian ESDM diharapkan mampu memberikan keadilan bagi para penambang nikel. Saat ini, APNI pun mendorong implementasi dari Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 11 Tahun 2020 yang di dalamnya mengatur tentang tata niaga nikel domestik.

Dalam beleid tersebut, tata niaga dan harga bijih nikel yang dibeli oleh smelter harus mengacu pada HPM. Menurut Meidy, pengaturan dalam Permen ESDM No.11/2020 lebih memberikan kepastian hukum bagi para penambang nikel. Pasalnya, sebelum ada beleid tersebut, harga jual bijih nikel ditentukan oleh industri smelter.

"Sehingga dengan adanya HPM maka para penambang dapat melaksanakan kewajiban-kewajiban, misalnya pembayaran royalty melalui PNBP, biaya produksi, gaji pegawai, reklamasi pasca tambang," ungkap Meidy.

Selanjutnya, Meidy menyoroti pengaturan pada Pasal 170 A ayat (1) dalam UU Minerba baru. Pasal tersebut mengatur adanya ekspor produk mineral logam tertentu yang belum dimurnikan dalam jumlah tertentu dengan jangka waktu paling lama tiga tahun sejak UU minerba baru ini mulai berlaku.

Ketentuan ekspor itu diberikan bagi perusahaan mineral yang telah memiliki, sedang dalam proses pembangunan smelter maupun yang telah melakukan kerja sama dalam pengolahan dan/atau pemurnian.

"Harus ditegaskan dalam peraturan pelaksanaannya, terutama jenis mineral mana yang diperbolehkan melakukan ekspor," tegas Meidy.

Baca Juga: Begitu diundangkan, UU Minerba bakal langsung digugat ke MK

Meidy berharap, tidak ada tebang pilih yang memberatkan penambang nikel swasta dengan penanaman modal dalam negeri. Pasalnya, setelah adanya percepatan larangan ekspor bijih nikel kadar rendah per 1 Januari 2020 lalu, perusahaan dengan finansial terbatas sulit untuk melanjutkan pembangunan smelternya.

"Kalau mineral lain boleh, alasan apa nikel tidak boleh ekspor? Harus diatur dengan jelas dan tegas dalam PP atau Permen dan dilaksanakan secara konsisten, jangan seperti kemarin, harusnya ekspor sampai 12 Januari 2022 tiba-tiba dihentikan," tandasnya.

Sebagai informasi, perubahan UU Minerba Nomor 4 tahun 2009 telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR RI pada Selasa (12/5). Secara keseluruhan, konsep RUU Minerba setelah dilakukan harmonisasi dan sinkronisasi dengan RUU Cipta Kerja menghasilkan perubahan sebagai berikut.

Yakni, 2 bab baru sehingga menjadi 28 bab, 83 pasal yang berubah, 52 pasal tambahan/baru, dan 18 pasal yang dihapus. Sehingga total jumlah pasal menjadi 209 pasal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Accounting Mischief Practical Business Acumen

[X]
×