Reporter: Dimas Andi | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Virus corona yang menyebar dalam beberapa pekan terakhir berpotensi memberi dampak negatif bagi industri minyak dan gas (migas). PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) angkat bicara terkait wabah mematikan tersebut.
Manager Corporate Communication Chevron Pacific Indonesia Sonitha Poernomo menyebut, pihaknya tidak bisa memberikan informasi detail mengenai dampak virus corona dari sudut pandang komersial perusahaan.
Meski begitu, CPI memastikan akan terus melakukan pemantauan situasi dan kondisi perkembangan virus tersebut berdasarkan panduan dari otoritas kesehatan internasional dan lokal.
Baca Juga: Maskapai penerbangan global limbung tersengat virus corona
Untuk saat ini, perhatian utama CPI adalah kesehatan dan keselamatan seluruh karyawan. Chevron pun telah mengambil tindakan pencegahan untuk mengurangi risiko paparan virus corona. “Kami menyarankan karyawan CPI untuk menunda perjalanan ke China berhubung menyebarnya virus corona,” ungkap Sonitha, Senin (10/2).
Chevron pun akan menyampaikan perkembangan informasi yang akurat dan terus diperbarui kepada para karyawannya berkaitan dengan virus corona.
Sekadar catatan, virus corona memiliki efek mematikan bagi manusia. Tercatat hingga Senin (10/2), korban tewas akibat virus tersebut sudah mencapai lebih dari 900 jiwa.
Efek virus corona pun mengakibatkan harga minyak dunia jenis West Texas Intermediate (WTI) kontrak pengiriman Maret 2020 di New York Mercantile Exchange (Nymex) terkoreksi 0,79% ke level US$ 49,92 per barel pada Senin (10/2) pukul 17.25 WIB.
Awal Januari lalu, harga minyak WTI sempat meroket di kisaran US$ 60 per barel seiring mencuatnya konflik geopolitik antara AS dan Iran.
Setali tiga uang, harga rata-rata minyak mentah Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP) mengalami penurunan di bulan Januari lalu sebesar US$ 1,80 per barel menjadi US$ 65,38 per barel.
Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas (Aspermigas) John Karamoy berpendapat, virus corona berpotensi menurunkan permintaan minyak dunia sehingga menciptakan kondisi kelebihan pasokan.
Hal tersebut diyakini dapat berdampak pada penurunan pendapatan perusahaan-perusahaan yang bergerak di sektor hulu migas.
Baca Juga: Virus corona menyerang, ICP Januari 2020 turun ke level US$ 65,38 per barel
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News