Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) mengkhawatirkan implementasi penggunaan kapal nasional akan menghambat ekspor batubara. Bahkan, kebijakan ini juga berpotensi mengancam pasar ekspor batubara Indonesia.
Ketua Bidang Marketing dan Logistik APBI Hendri Tan mengungkapkan, kekhawatiran itu sangat beralasan. Sebab, menurut laporan dari sejumlah perusahaan yang tergabung di APBI, sudah ada pembeli yang menunda, bahkan membatalkan pengapalan ekspor batubara untuk periode Mei 2020.
Sehingga, para pembeli tersebut mengalihkan order pembelian batubara ke negara pengekspor lainnya. "Ketidaksiapan (kapal nasional) itu akan berakibat negatif terhadap ekspor kita. Ini bukan kekhawatiran yang di awang-awang, tapi sudah terjadi. Beberapa (pembeli) mengalihkan ke negara lain," ungkap Hendri dalam diskusi Dampak Kewajiban Penggunaan kapal Nasional terhadap Ekspor Batubara, Kamis (20/2).
Baca Juga: Ekspor batubara terancam terhenti mulai bulan Mei, kenapa?
Anggota Komite Bidang Marketing dan Logistik APBI Tulus Sebastian Situmeang menerangkan, pasar yang terdampak akibat rencana kebijakan ini antara lain Jepang dan Vietnam.
Tulus memberikan gambaran, pasar Jepang membutuhkan kepastian keberlanjutan pasokan batubara. Namun, kontrak pengapalan juga tetap menjadi rujukan.
Pasalnya, saat ini pengiriman ekspor batubara pada umumnya menggunakan skema Free on Board (FoB), dimana importir atau pembeli wajib mengusahakan asuransi dan kapal.
Aturan wajib penggunaan kapal nasional untuk batubara ini rencananya akan diimplementasikan mulai Mei 2020. Namun, armada kapal nasional untuk melakukan ekspor batubara belum memadai. Kondisi ini diperparah dengan petunjuk teknis (juknis) pelaksanaan yang belum jelas.
Sehingga, jika ada pengalihan kontrak pengapalan FoB, detail skema dan pembiayaan yang harus ditanggung belum tergambar jelas.
"Jepang cukup memperhatikan kebijakan ini. Kalau keberlanjutan supply tidak terjamin, mereka akan bergerak ke sumber lain," ujar Tulus.
Padahal, kata Tulus, Jepang merupakan salah satu negara tujuan ekspor batubara terbesar Indonesia. Selain pasar China dan India yang memegang porsi lebih dari 50%, ekspor batubara Indonesia ke Jepang mencapai sekitar 20%.
Tulus menyebut bahwa volume ekspor batubara Indonesia lebih dari 400 juta ton pada tahun lalu.
Sebagai informasi, aturan wajib kapal nasional untuk ekspor batubara ini tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 82 Tahun 2017 yang mengatur tentang Penggunaan Angkutan Laut dan Asuransi Nasional untuk Ekspor dan Impor Barang Tertentu. Beleid tersebut merupakan turunan dari Paket Kebijakan Ekonomi Jilid XV untuk meningkatkan daya saing industri logistik.
Permendag tersebut telah direvisi dua kali, yakni melalui Permendag No.48 Tahun 2018 dan Permendag No.80 Tahun 2018. Dalam beleid tersebut, pelaksanaan penggunaan Asuransi Nasional berlaku efektif pada 1 Februari 2019, sedangkan penggunaan kapal nasional akan diberlakukan pada 1 Mei 2020.
Masalahnya, ketersediaan kapal nasional masih sangat minim. Tulus memberikan gambaran, ekspor batubara biasanya menggunakan kapal jenis Panamax dengan ukuran 60.000 DWT.
Namun, ketersediaan kapal nasional jenis ini hanya berjumlah 18 kapal. Itupun termasuk kapal untuk pengangkutan batubara di pasar domestik.
Baca Juga: Kata asosiasi tambang soal wacana sentralisasi perizanan tambang di omnibus law
Sementara dari sisi usia, kapal nasional yang berusia di bawah lima tahun hanya berjumlah satu kapal. "Itu sebuah ilustrasi kondisi dan perkembangan perkapalan nasional kita. Dengan kebijakan ini, pemerintah ingin menumbuhkan angkutan nasional, tapi sekarang masih tidak memungkinkan," sebutnya.
Sementara itu, menurut Direktur Eksekutif APBI Hendra Sinadia, implementasi kebijakan ini bisa memperparah tekanan terhadap pengusaha batubara Indonesia. Sebab, kondisi pasar dan harga batubara saat ini masih belum bergairah lantaran masih oversupply dan terpapar efek virus corona.
Kendati begitu, efek virus corona yang berpusat di China berpotensi untuk meningkatkan permintaan batubara dari Negeri Tirai Bambu tersebut, walaupun pengadaan kapal bisa semakin sulit dan mahal.
Jika ekspor batubara terganjal kesiapan kapal, maka potensi tersebut dikhawatirkan tidak bisa diraih oleh pelaku usaha Indonesia. Saat ini, China masih menjadi pasar ekspor terbesar Indonesia. Pada tahun 2018, ekspor emas hitam Indonesia ke China sebesar 118 juta ton.
"Dikhawatirkan (wajib kapal nasional) akan semakin menambah beban dalam memasarkan dan mengekspor batubara yang selama ini menjadi andalan penerimaan negara dan devisa ekspor kita," tandasnya.
Sayangnya, hingga tulisan ini diturunkan, pihak Kementerian Perdagangan masih belum menjawab permintaan konfirmasi Kontan.co.id terkait dengan kesiapan dan kelanjutan implementasi kebijakan wajib kapal nasional untuk ekspor batubara ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News