CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.470.000   4.000   0,27%
  • USD/IDR 15.864   -4,00   -0,03%
  • IDX 7.158   -56,35   -0,78%
  • KOMPAS100 1.094   -8,55   -0,78%
  • LQ45 871   -4,26   -0,49%
  • ISSI 216   -2,05   -0,94%
  • IDX30 447   -1,41   -0,31%
  • IDXHIDIV20 540   0,42   0,08%
  • IDX80 125   -0,97   -0,77%
  • IDXV30 136   0,44   0,32%
  • IDXQ30 149   -0,18   -0,12%

Walt Disney berminat buka kantor di Indonesia


Senin, 15 Februari 2016 / 11:23 WIB
Walt Disney berminat buka kantor di Indonesia


Reporter: Pamela Sarnia | Editor: Dikky Setiawan

JAKARTA. Pemerintah baru saja membuka pintu lebar-lebar bagi investor asing yang ingin berbisnis bioskop dan perfilman di pasar domestik. Jadi, investor asing di bidang industri film dan bioskop bisa menguasai kepemilikan saham hingga 100%.

Kepala Badan Ekonomi Kreatif Triawan Munaf menyebut, setelah pemerintah membuka investasi asing di bisnis film, sudah ada investor asing yang berminat dan mengkaji pasar. "Seperti Badan Perfilman Korea atau Korean Council yang akan membuat workshop di Indonesia," katanya kepada KONTAN, Jumat (12/2).  

Minggu ini, dirinya juga akan bertandang ke kantor Walt Disney dan Pixar di Amerika Serikat untuk membahas soal investasi film di Indonesia. Kedua pebisnis film tersebut kerap memproduksi film box office. Triawan akan bernegosiasi soal kemungkinan berinvestasi di Indonesia. "Pihak Disney akan membuka kantor di Indonesia," ujarnya tanpa menjelaskan lebih lanjut.

Menurut Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani, bioskop asing yang ingin berbisnis di Indonesia harus menayangkan film Indonesia sekurang-kurangnya 60% dari seluruh jam pertunjukan film. Hal ini sejalan dengan Undang Undang (UU) Nomor 33 tahun 2009 tentang Perfilman, terutama di pasal 32.

Tujuan dari aturan ini untuk melindungi industri film domestik dari gempuran film asing. Tapi kalangan industri bioskop nasional menilai, langkah ini justru bisa menghambat laju bisnis bioskop di tanah air. 

Menurut Catherine Keng, Sekretaris Perusahaan PT Nusantara Sejahtera Raya, pemilik dan pengelola jaringan bioskop Cinema 21, jumlah produksi film nasional saban tahun bertambah, tapi masih belum bisa menguasai pangsa pasar film tanah air. "Jumlah film nasional memang bertambah, tapi market share justru menurun," katanya kepada KONTAN.

Jika pemerintah tetap menerapkan ketentuan tersebut, dikhawatirkan justru mengurangi jumlah film yang tayang di bioskop.

Pasokan lokal bertahap 

Menurut data dari Cinema 21, jumlah film lokal yang tayang di bioskop jaringan 21 tahun 2008 mencapai 81 judul. Jumlah ini menguasai 56% dari total film yang tayang. Lima tahun kemudian, tepatnya, 2013, jumlah film domestik memang bertambah menjadi 105 judul film. Tapi, kenyataannya, jumlah ini baru 26% dari total film yang tayang di Cinema 21 pada 2013 .

Kondisi serupa terjadi tahun lalu. Jumlah film nasional yang tayang memang bertambah menjadi 116 judul film. Namun, jumlah ini hanya mewakili 20% dari total film tayang. Selebihnya masih didominasi film asing, terutama dari Hollywood.

Porsi film asing juga lebih banyak di bioskop Blitz Megaplex. Berdasarkan catatan KONTAN, PT Graha Layar Prima akan menayangkan  130 film lokal dan 220 film Hollywood dan negara lain. Artinya, porsi film Indonesia di Blitz tahun ini cuma 37%.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Perusahaan Film Indonesia (APFI) Ody Mulya Hidayat berharap, pemerintah tidak menerapkan aturan 60% film nasional tersebut. Ia ragu beleid ini bisa efektif. "Memang aturan ini baik. Tapi ini, kan, bisnis," ujar dia.

Menurutnya, dari jumlah produksi film Indonesia, sekitar 25% berkategori bagus. Dengan kondisi ini, pihak bioskop pasti tidak mau menayangkan film yang tidak berkualitas. Apalagi pengelola bioskop memegang kendali sebuah film bisa tayang di bioskop atau tidak.

Triawan Munaf sependapat dengan pelaku industri. Menurut dia, peraturan ini tidak perlu cepat-cepat diberlakukan. "Kalau diterapkan bisnis bioskop bisa cepat mati dan kualitas film lokal menjadi tidak akan baik," katanya.

Ia menyarankan supaya penerapan aturan ini diterapkan secara bertahap. Misal, untuk tahap awal, film lokal cukup 20%. Berikutnya bisa menjadi 25% dan seterusnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×