Reporter: Muhammad Yazid | Editor: Asnil Amri
PALAGKARAYA. PT Wilmar International Plantation dalam waktu dekat menargetkan dua perkebunan kelapa sawit miliknya segera memiliki sertifikat Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO). Dengan begitu, jumlah perkebunan milik Wilmar yang diakui dunia internasional untuk mendukung program konservasi berkelanjutan mencapai lima perkebunan dari 25 perkebunan.
MP Tumanggor, Komisaris PT Wilmar International mengatakan, sejauh ini tiga perkebunan yang memiliki sertifikat RSPO ialah PT Mustika Sembuluh, PT Kerry Sawit Indonesia, serta PT Bulu Cawang Plantation. "Perusahaan kami dimiliki oleh banyak perusahaan di dunia internasional. Sertifikat RSPO merupakan upaya kami menjagakepercayaan dunia," kata dia.
Untuk itulah Tumanggor mengatakan dalam waktu dekat, dua perkebunan yakni PT Bumi sawit Kencana dan PT Asia Inti Persada dalam proses akhir kualifikasi penerimaan RSPO.
Dia melanjutkan, untuk memperoleh sertifikat tersebut ada berbagai persyaratan yang harus dipenuhi, di antaranya kejelasan status hak guna usaha, serta sertifikat izin dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit. "Tim yang akan memberikan RSPO memantau perkebunan kami, bagaimana status tanahnya, dan apakah sering berkonflik dengan masyarakat setempat," jelasnya.
Tumanggor optimistis dua perkebunan yang sedang menempuh kualifikasi RSPO akan lolos. Sebab Ia mengklaim, pihaknya telah mengikuti seluruh aturan terkait perkebunan di Indonesia.
Misalnya, dari total lahan seluas 300.000 hektare (ha) yang dimiliki Wilmar, sekitar 230.000 ha telah ditanami kebun sawit. "Jadi 150.000 ha perkebunan inti dan 80.000 ha plasma," imbuh dia.
Syahrial Anhar Harahap, Manajer Konservasi Central Kalimantan Project Group, anak perusahaan Wilmar, mengatakan, agar memenuhi persyaratan sertifikasi, sejak 2008 lalu, Wilmar telah mengelola 14.000 ha lahan konservasi dari 120.000 ha lahan kebun di Kalimantan Tengah. Wilmar menjadi lahan itu sebagai daerah konservasi orang utan serta habitat hewan lain yang dilindungi.
Menurutnya, CKP Group telah mengucurkan dana senilai Rp 1,3 miliar setiap tahun untuk program konservasi tersebut. Syahrial bilang, program konservasi ini dikenal dengan High Convertation Value (HCV). Dan konservasi seperti ini harus dipenuhi oleh setiap perusahaan perkebunan sawit.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News