kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.350.000   -4.000   -0,17%
  • USD/IDR 16.665   -20,00   -0,12%
  • IDX 8.272   -2,63   -0,03%
  • KOMPAS100 1.147   -2,68   -0,23%
  • LQ45 828   0,00   0,00%
  • ISSI 290   -1,26   -0,43%
  • IDX30 434   0,97   0,22%
  • IDXHIDIV20 499   3,67   0,74%
  • IDX80 127   -0,55   -0,43%
  • IDXV30 136   -0,78   -0,57%
  • IDXQ30 138   0,41   0,30%

YKTI Desak Pemerintah Terapkan SNI Wajib untuk Kain dan Pakaian Jadi


Minggu, 26 Oktober 2025 / 20:49 WIB
YKTI Desak Pemerintah Terapkan SNI Wajib untuk Kain dan Pakaian Jadi
ILUSTRASI. Pengunjung mencoba pakaian di Pekan Bazar Ramadan Murah di Smesco Jakarta, Jumat (21/3/2025). (KONTAN/Carolus Agus Waluyo). Yayasan Konsumen Tekstil Indonesia (YKTI) desak pemerintah segera memberlakukan SNI wajib untuk produk kain dan pakaian jadi.


Reporter: Shintia Rahma Islamiati | Editor: Tri Sulistiowati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Yayasan Konsumen Tekstil Indonesia (YKTI) mendesak pemerintah segera memberlakukan Standar Nasional Indonesia (SNI) wajib untuk produk kain dan pakaian jadi. 

Langkah ini dinilai penting untuk melindungi konsumen sekaligus memperbaiki citra industri tekstil dalam negeri di tengah maraknya peredaran pakaian bekas atau thrifting.

Ketua Umum YKTI, Rudiansyah, mengatakan kebutuhan penerapan SNI wajib semakin mendesak menyusul keluhan para pedagang Pasar Senen yang menilai kualitas produk lokal kalah dibanding produk impor. 

“Dengan kasat mata kita bisa lihat barang brand kelas dunia hasil produksi lokal termasuk produksi Industri Kelas Menengah (IKM) bertebaran di mall-mall, jadi ini masalahnya banyak juga barang kualitas rendah yang bertebaran dipasar baik barang lokal maupun barang impor,” ujarnya dalam keterangan yang diterima Kontan, Minggu (26/10/2025).

Baca Juga: Pasokan Gas di Jawa Barat Seret Imbas Ledakan Pipa di Subang

Menurut Rudi, perbandingan harga antara produk lokal dan pakaian impor kerap tidak seimbang, terutama jika yang dibandingkan adalah barang baru dengan pakaian bekas. 

“Baju thrifting dari negara asal memang sudah tidak ada harganya, masuk ke negara ini pun secara ilegal tanpa pajak. Jadi tidak adil jika dibandingkan dengan harga barang baru,” jelasnya.

YKTI juga kerap menerima aduan masyarakat terkait kualitas produk yang buruk, mulai dari warna yang cepat pudar, bahan yang melar setelah dicuci, hingga aksesori seperti kancing yang mudah lepas. 

“SNI wajib akan menjadi instrumen untuk memastikan standar kualitas dan mengurangi potensi kerugian konsumen, baik terhadap produk lokal maupun impor,” tegas Rudi.

Namun, YKTI menyayangkan sikap pemerintah yang dinilai belum responsif terhadap usulan tersebut. 

“Surat resmi sudah kami kirimkan ke Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan beberapa bulan lalu, tetapi hingga kini belum ada tanggapan,” katanya.

Rudi mengapresiasi langkah Menteri Keuangan Purbaya yang mulai menertibkan impor ilegal, termasuk pakaian bekas, serta menyoroti kondisi industri tekstil yang tengah tertekan. 

“Permasalahan lain adalah menurunnya daya beli akibat berkurangnya aktivitas produksi dan penutupan puluhan perusahaan yang diikuti PHK massal. Indeks kepercayaan konsumen per Agustus 2025 menurut Bank Indonesia hanya 117,2 poin,” ungkapnya.

Ia menilai, evaluasi kinerja dan pembenahan birokrasi menjadi poin penting dalam upaya penyelamatan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) serta pemulihan daya beli masyarakat.

Baca Juga: Cuaca Panas Ekstrem Dongkrak Penjualan Crystalline pada Kuartal IV 2025

Selanjutnya: Investor Asing Masih Wait and See Masuk ke Pasar Keuangan RI

Menarik Dibaca: IHSG Diperkirakan Terkoreksi, Ini Rekomendasi Saham MNC Sekuritas (27/10)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×