kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

APTRI: Tak ada alasan pemerintah tekan harga gula


Senin, 13 Maret 2017 / 19:53 WIB
APTRI: Tak ada alasan pemerintah tekan harga gula


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Rizki Caturini

JAKARTA. Dugaan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terkait adanya kartel gula tak berdiri sendiri. Kuat diduga kartel gula terjadi karena kebijakan pemerintah membuka peluang munculnya kartel.

Sebab izin impor yang diberikan kepada para importir membuka kesempatan pemain besar turut mendanai agar nantinya mendapatkan gula. Selain itu, kebijakan menekan harga gula di Rp 12.500 per kilogram (kg) tak berbanding lurus dengan biaya produksi gula dalam negeri yang mencapai di atas Rp 15.000 per kg.

Ketua Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI), Soemitro Samadikoen mengatakan, pada tahun 1929 zaman penjajahan Belanda, luas kebun tebu 200.000 hektare (ha) dan terdapat 169 pabrik gula (PG) kala itu. Dengan kapasitas seperti itu, Indonesia bisa memproduksi 3 juta ton gula setiap tahun dan menjadi eksportir gula nomor dua di dunia setelah Kuba.

"Bila dihitung secara matematis, maka rata-rata produktivitas gula saat ini mencapai 15 ton per ha," ujarnya kepada KONTAN, Senin (13/3).

Namun saat ini, luas perkebunan tebu Indonesia mencapai 450.000 ha, namun produktivitasnya pada tahun 2016 cuma 2,2 juta ton. Artinya rata-rata produksi gula per ha hanya 4,8 ton per ha, jauh di bawah produktivitas pada zaman kolonial.

Dengan produktivitas yang kecil itu, kemudian diolah PG. Dari situ petani tebu mendapat 66% dari 4,8 ton per atau 3,3 ton per ha dari produktivitas dan sisanya merupakan ongkos giling. Sementara biaya produksi rata-rata per ha sekitar Rp 45 juta - Rp 50 juta.

Nah bila kita berhitung rata-rata petani mendapatkan 3,3 ton per ha, dikalikan biaya produksi 48 juta per ha, maka harga dasar gula di tingkat petani seyogianya Rp 15.840 per kg. Agar harga gula bisa ditekan salah satu solusinya adalah meningkatkan produktivitas gula.

Soemitro bilang, produktivitas gula bisa dinaikkan bila pemerintah serius menyusun regulasi yang pro pada petani tebu. Ia menyebutkan beberapa kebutuhan petani tebu agar dapat meningkatkan produktivitas seperti: harus mendapatkan bibit tebu unggulan, harga pupuk yang murah dan mendapatkan harga gula yang pro pada petani. Ia berhitung harga gula yang dipatok Rp 12.500 per kg sama saja dengan mematikan petani tebu.

Sebab bila setiap orang rata-rata mengkonsumsi gula 1 kg per bulan dengan harga Rp 12.500 maka bila dalam satu keluarga ada empat sampai lima orang, dikalikan Rp 12.500, maka dalam sebulan mereka hanya mengeluarkan biaya Rp 62.500 per bulan. Itu jauh di bawah harga cabai rawit yang mencapai Rp 150.000 per kg.

Nah bila harga gula naik menjadi 15.000 per kg, maka setiap orang tinggal menambah Rp 2.500 per kg atau sebesar Rp 10.000 dalam satu keluarga berjumlah lima orang menjadi Rp 72.500 per bulan. "Sehingga tidak ada alasan bagi pemerintah sebenarnya untuk menekan harga gula bila dibandingkan dengan cabai dan daging," imbuh Soemitro.

Tapi bila rata-rata produktivitas gula naik dan mencapai 10 ton per ha, dan petani akan mendapatkan bersih 70% dan sisanya biaya giling dengan biaya produksi Rp 50 juta per ha. Maka ongkos produksi gula dapat ditekan menjadi Rp 7.142 per kg ditingkat petani. Artinya harga gula sebenarnya bisa dijual di bawah harga yang ditetapkan pemerintah.

Namun saat ini, Soemitro menduga ada upaya pembentukan opini publik kalau harga gula sudah mahal sehingga perlu ditekan. Maka peluang impor pun dibuka lebar untuk memberikan kesempatan kepada para importir gula menikmati celah bisnis tersebut. Meskipun impor telah dibuka tapi harga gula tidak turun. Itu terjadi karena pemerintah tidak sungguh-sungguh menginginkan harga gula jatuh.

Sebab kuat dugaan, para distributor gula sudah membayar harga gula terlebih dahulu kepada para importir sebelum gula tiba di Indonesia."Bisa dikatakan mereka sudah ijon dulu kepada para importir, dan para importir itu menggunakan uang itu untuk mengimpor gula," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×