Reporter: Nina Dwiantika | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Rencana pemerintah akan memberikan insentif untuk kawasan industri di luar Pulau Jawa menjadi tawaran menarik bagi pengembang khusus kawasan industri. Misalnya, PT Kawasan Industri Jababeka Tbk (KIJA) menilai rencana pemerintah tersebut akan memberikan dampak positif bagi industri.
S. D Darmono, Komisaris Utama PT Kawasan Industri Jababeka Tbk mengharapkan, pemerintah harus memberikan insentif yang menarik. “Kami memantikan insentif itu untuk pengembangan kawasan industri,” kata Darmono, kepada KONTAN, Minggu (15/11).
KIJA sendiri memiliki kawasan industri di luar Pulau Jawa seperti Morotai, Maluku Utara. Sebelumnya, pengembang berkode saham KIJA ini akan mengembangkan kawasan ekonomi khusus (KEK) di Morotai.
Jababeka berencana mengolah areal seluas 1.200 hektare (ha) di KEK Morotai. Perusahaan itu akan mengembangkan bisnis di kawasan Morotai secara bertahap.
Pada tahap awal, Jababeka akan membangun 10.000 rumah dengan sasaran kelas menengah, dan hotel yang terdiri dari 10.000 kamar. Selanjutnya, perusahaan tersebut akan membangun tempat pariwisata, sekolah serta industri pertanian, perikanan, dan perdagangan.
Selain mengembangkan kawasan industri, kini KIJA terus berjuang melawan pelemahan nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dan kelesuan ekonomi untuk memperbaiki kinerja bisnis dari sisi pendapatan dan laba. Pasalnya, perusahaan yang didirikan oleh S. D Darmono ini mencatat perlambatan bisnis untuk kinerja kuartal III-2015.
Muljadi Suganda, Sekretaris Perusahaan PT Kawasan Industri Jababeka Tbk mengatakan, pihaknya akan menjaga pertumbuhan pendapatan berulang (recurring income) dari jasa layanan dan infrastruktur, serta rekreasi, perhotelan dan hospitality untuk tetap mencetak kenaikan pendapatan. "Kami tetap membidik pendapatan mencapai Rp 3 triliun hingga akhir tahun," katanya.
Artinya, perusahaan akan mencatat pertumbuhan penjualan dan pendapatan jasa sebesar 11,11% pada akhir tahun 2015 dari perhitungan penjualan dan pendapatan jasa senilai Rp 2,79 triliun pada akhir tahun 2014.
Muljadi bilang, mayoritas pendapatan masih akan berasal dari pendapatan berulang yang berhubungan dengan infrastruktur seperti pembangkit listrik, air dan dry port. Ke depan, kontribusi pendapatan berulang akan 50% terhadap pendapatan.
Adapun, perusahaan berkode saham KIJA ini memperoleh pendapatan dan penjualan jasa sebesar Rp 2,28 triliun per kuartal III-2015 atau naik 11,04% dibandingkan posisi Rp 2,05 triliun per kuartal III-2014. Pendapatan ini berasal dari real estate/land development sebesar Rp 795 miliar, dari rekreasi, perhotelan dan hospitality Rp 80 miliar, dan dari pendapatan berulang dari jasa dan infrastruktur sebesar Rp 1,41 triliun.
Sayangnya, pendapatan tersebut tidak diiringi dengan kenaikan laba. Jababeka mencatat penurunan laba bersih sebesar 82,41% menjadi Rp 67,58 miliar per kuartal III-2015, dibandingkan Rp 381,23 miliar per kuartal III-2014. Laba turun ini akibat dari kerugian selisih kurs yang belakangan ini rupiah terus melemah terhadap dolar.
Muljadi menambahkan, meskipun Jababeka telah mengalami kerugian karena pelemahan kurs, namun perusahaan belum ada rencana kembali untuk melakukan lindung nilai atau hedging dalam menjaga fluktuasi nilai tukar. Pasalnya, belakangan ini kurs rupiah mulai menguat terhadap dolar AS. "Kami berharap rupiah tetap pada level Rp 13.000 per dolar As," tambahnya.
Informasi saja, saat ini, KIJA telah mengeksekusi call spread sebesar US$ 200 juta dengan rata-rata rate bawah sebesar Rp 13,014 dan rata rata spread Rp 1.950 setara dengan rata-rata atas sebesar Rp 14.964.
Sebagai gambaran, sampai dengan September 2015 Rupiah telah terperosok sebesar 20%, dan upaya lindung nilai ini telah terbukti mengurangi efek dari fluktuasi mata uang sampai dengan batas tertentu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News