kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45927,64   6,18   0.67%
  • EMAS1.325.000 -1,34%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Laba produsen pakan ternak merosot


Minggu, 07 Mei 2017 / 23:27 WIB
Laba produsen pakan ternak merosot


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Dupla Kartini

JAKARTA. Kinerja perusahaan di sektor pakan ternak pada kuartal pertama 2017 tidak sekinclong tahun lalu. PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN) dan PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk  masing-masing mencatatkan penurunan laba bersih.

Berdasarkan laporan keuangan CPIN, pada kuartal I 2017, laba bersih turun 17,9% menjadi Rp 626 miliar dari Rp 762 miliar pada kuartal I 2016. Kendati demikian, pendapatan CPIN meningkat 30% year on year (yoy) menjadi Rp 12,014 triliun.

Penurunan laba terjadi karena beban pokok penjualan naik menjadi Rp 10,595 triliun dibandingkan tahun lalu sebesar Rp 7,586 triliun.

Hal serupa juga terjadi pada Japfa. Laba bersih perusahaan anjlok 67% yoy menjadi Rp 91,42 miliar.

Penjualan Japfa pada kuartal pertama terdiri dari segmen peternakan dan produk konsumen sebesar Rp 2,68 triliun, pakan ternak Rp 2,53 triliun, budidaya perairan Rp 460,9 miliar, day old chick (DOC) atau ayam umur sehari Rp 493,62 miliar, peternakan sapi Rp 312,15 miliar dan perdagangan lainnya Rp 228,31 triliun.

Beban pokok penjualan Japfa selama tiga bulan pertama tahun ini tercatat sebesar Rp 5,53 triliun atau naik 3,96% yoy. Beban tersebut antara lain beban penjualan dan beban umum serta administrasi.

Ketua Umum Gabungan Perusahaan Perunggasan Indonesia (Gappi) Anton J. Supit mengatakan, penurunan laba persih perusahaan di sektor poultry  tak terlepas dari kebijakan pemerintah. Pasalnya, mulai tahun ini, Kementerian Pertanian (kemtan) sudah tidak lagi mengeluarkan rekomendasi impor jagung untuk pakan ternak. Sementara kebutuhan jagung untuk pakan ternak mencapai 50% sebagai komponen pokok.

"Jadi fluktuasi bisnis perusahaan di sektor poultry itu sangat ditentukan kebijakan pemerintah," ujar Anton kepada KONTAN, Minggu (7/5).

Anton menjelaskan, saat ini, kebutuhan jagung dalam negeri melonjak untuk kebutuhan pakan ternak, tapi pada waktu bersamaan ketersediaan jagung tidak dapat memenuhi kebutuhan yang ada. Akibat kondisi tersebut, harga jagung melambung tinggi, dan sejak awal tahun sudah berada di atas Rp 4.000 per kilogram (kg). Kondisi ini menyebabkan bisnis perusahaan di sektor pakan ternak mengalami penurunan laba bersih.

Ia bilang, kondisi ini harus menjadi perhatian pemerintah. Pasalnya, industri di sektor poultry juga menyediakan protein hewani yang murah kepada masyarakat. Karena itu, pemerintah sudah seharusnya mendukung kelangsungan bisnis industri perunggasan agar tidak mengalami kerugian terus menerus.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Trik & Tips yang Aman Menggunakan Pihak Ketiga (Agency, Debt Collector & Advokat) dalam Penagihan Kredit / Piutang Macet Managing Customer Expectations and Dealing with Complaints

[X]
×