kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45924,01   -11,51   -1.23%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pedagang menunggu penetapan HET beras


Selasa, 15 Agustus 2017 / 20:50 WIB
Pedagang menunggu penetapan HET beras


Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - Kementerian Perdagangan masih terus membahas Harga Eceran Tertinggi (HET) beras bersama berbagai pihak terkait. Sejauh ini pemerintah mengusulkan HET beras medium sebesar Rp 9.000 per kilogram (kg), sementara untuk HET beras premium sebesar Rp 11.500 per kilogram (kg).

Menanggapi hal ini, beberapa pedagang pun memberikan reaksi atas hal ini. Paryoto, salah satu pedagang beras di Sregen, Jawa Timur berpendapat, bila harga tersebut ditetapkan akan menimbulkan kerugian kepada pedagang.

Bila harga beras medium di tingkat konsumen hanya berkisar Rp 9.000 per kg, otomatis pedagang harus membeli beras kurang dari harga tersebut atau berkisar Rp 8.200. Sementara, penggilingan tidak akan menjual beras bila harga yang ditawarkan tidak sesuai. Hal yang sama juga berlaku untuk beras premium.

Menurut Paryoto, pemerintah sebaiknya tidak mematok harga untuk konsumen. Pasalnya, harga sangat ditentukan oleh pasar. Menurutnya, beras juga memiliki beragam kualitas yang membutuhkan biaya yang cukup besar untuk mengolahnya.

Apalagi saat ini harga gabah di tingkat petani juga sudah tergolong tinggi. Untuk gabah kering sawah sebesar Rp 4.700 per kg dan gabah kering giling senilai Rp 5.200 – Rp 5.300 per kg.

“Kalau beras kan variatif sekali untuk jenis dan kualitasnya. Maka tidak bisa ada acuan harga. Itu mengacu kepada pasar. Kalau berasnya bagus, otomatis harganya mahal. Untuk beras premium harga penjualan dari penggilingan saja sudah mahal, sementara ongkosnya juga tinggi,” ungkap Paryoto kepada KONTAN, Jakarta, Selasa (15/8).

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Ayong, salah satu pedagang di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC). Dia bilang, bila pemerintah menerapkan harga sebesar itu, maka penggilingan dari daerah akan enggan mengirimkan berasnya ke pasar induk karena harga yang ditawarkan sangat rendah.

“Kalau harga premium menjadi Rp 11.500 itu mungkin dari daerah tidak mau datang karena merasa rugi. Sementara, kami juga tidak bisa beli lebih mahal. Kalau dia tidak datang kan otomatis kami tidak punya barang,” tutur Ayong.

Sementara itu, Sumanto, salah satu penggilingan beras serta pedagang dari Gresik Jawa Timur justru mendukung penetapan HET tersebut. Menurutnya, dengan adanya HET maka harga di pasaran dapat distabilkan.

“Kalau sudah ditentukan HET, berarti saya juga beli gabah tidak tinggi, ada patokannya. Yang dirugikan itu bukan petani dan pedagang, yang dirugikan itu justru pedagang yang besar. Kalau HET ada, maka harga di tingkat penggilingan kecil tidak berubah-ubah dan tidak dipermasalahkan terus,” ungkap Sumanto.

Meski begitu, para pedagang juga masih menunggu keputusan pemerintah atas penetapan HET ini. “Kami sebagai pedagang meminta keputusan yang terbaik. Kalau memang HET itu harganya memang Rp 11.500, ya setidaknya kami harus mendapatkan kepastian barang,” ungkap Ayong. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×