Reporter: Noverius Laoli | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Permintaan terhadap kedelai impor tahun ini diprediksi meningkat 10% seiring dengan peningkatan jumlah penduduk.
Tahun 2016, impor kedelai diperkirakan mencapai 2,3 juta ton. Artinya, kalau ada kenaikan10%, maka pada tahun ini impor kedelai diprediksi mencapai 2,53 juta ton.
Naiknya impor kedelai ini diproyeksikan terjadi karena produksi kedelai lokal terus anjlok. Berdasarkan data Kementerian Pertanian (Kemtan), pada 2016, produksi kedelai anjlok 7,06% menjadi 890.000 ton. Namun secara rill, berbagai kalangan menilai sebenarnya produksi kedelai lokal berada di kisaran 500.000-700.00 ton.
Ketua Umum Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo) Aip Syarifuddin mengatakan, pengembangan kedelai di Indonesia belum mendapat perhatian serius dari Kemtan. Apalagi para petani kedelai selama ini juga merupakan petani jagung dan padi. Artinya petani hanya menggunakan satu lahan untuk menanam tiga komoditas tersebut secara bergantian.
"Nah, saat ini, menanam kedelai itu tidak lagi menguntungkan dibandingkan menanam jagung dan padi," ujar Aip, Selasa (14/2).
Menurut Aip, rata-rata produksi kedelai dalam negeri baru 0,8 ton hingga 1,5 ton per hektare (ha). Produksi ini jauh lebih rendah daripada produksi kedelai di Amerika Serikat dan Amerika Latin yang mencapai 4 ton per ha. Selain itu, biaya produksi kedelai di Indonesia juga masih tergolong mahal di kisaran Rp 6.000 per kg, jauh di atas rata-rata biaya produksi kedelai di AS sebesar Rp 3.500 per kg.
Selain itu, jika tanaman kedelai dibandingkan dengan jagung dan padi, maka petani lebih untung menanam padi dan jagung. Pasalnya setiap 1 ha jagung menghasilkan rata-rata 11 ton - 12 ton dengan harga rata-rata Rp 3.000 per kg, maka dapat menghasilkan Rp 33 juta hingga Rp 36 juta sekali panen.
Sementara, jika kedelai bisa menghasilkan maksimal 1,5 ton per ha dikalikan Rp 7.000 per kg, maka baru menghasilkan sekitar Rp 10,5 juta per sekali panen. Ketiga komoditas itu memiliki rata-rata masa panen 100 hari. "Dengan hitung-hitungan seperti ini, petani akan memilih menanam jagung atau padi ketimbang kedelai," ujar Aip.
Ia menambahkan, saat ini permintaan terhadap kedelai terus meningkat seiring dengan penambahan jumlah penduduk dan peningkatan produksi tahu dan tempe. Menurutnya, rata-rata peningkatan permintaan kedelai mencapai 10% per tahun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News