kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Produsen CPO memburu pasar baru


Selasa, 29 November 2016 / 12:42 WIB
Produsen CPO memburu pasar baru


Reporter: Fahriyadi, Noverius Laoli, Ragil Nugroho | Editor: Rizki Caturini

JAKARTA. Tahun depan diprediksi menjadi tahun kebangkitan komoditas minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) nasional. Hal ini menyusul dengan perkiraan produksi CPO tahun 2017 yang mencapai 33 juta ton.  Adapun ekspor diproyeksi bisa menembus 25 juta ton. Angka ini meningkat dari perkiraan produksi CPO tahun ini sekitar 30 juta ton dan ekspor yang hanya 22,5 juta ton.

Selain perbaikan produksi tahun depan, optimisme kenaikan ekspor CPO tahun depan juga didorong dengan bakal tumbuhnya sejumlah pasar ekspor baru yang menjadi alternatif pasar ekspor yang selama ini sudah digarap. 

Fadhil Hasan, Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menyebut, masa kelabu penurunan produksi kelapa sawit tahun ini segera berlalu dengan prospek yang lebih cerah tahun depan. "Kami optimistis, ekspor CPO bisa menembus 25 juta ton tahun depan," ujar Fadhil kepada KONTAN, Senin (28/11).

Target ini diusung lantaran tahun depan, ekspor CPO tidak lagi bergantung pada India, Uni Eropa, dan China sebagai tiga pasar CPO terbesar Indonesia seperti tahun ini. Seperti diketahui, ekspor India dan China tahun ini turun, sedangkan pasar Uni Eropa relatif stagnan karena produk CPO Indonesia masih mendapatkan tekanan berat di benua biru tersebut.

Makanya, tahun depan, setidaknya ada tiga pasar baru yang bisa digenjot dan dijadikan pasar andalan ke depannya. Pertama, Eropa Timur yang meliputi Rusia dan Ukraina. Kedua negara ini dinilai potensial karena selain tidak masuk dalam Uni Eropa yang kerap menghadang produk CPO asal Indonesia, kawasan Eropa Timur juga mulai menjadikan CPO sebagai produk minyak nabati yang kompetitif di negara tersebut.  

Kedua, kawasan mediterania dan Timur Tengah, seperti Turki dan Iran. Fadhil bilang, Turki tengah berupaya menjadi hub atau pintu masuk perdagangan CPO ke seluruh kawasan tersebut serta industri makanan berkembang sangat pesat. "Potensi ini yang harus dimaksimalkan," ungkapnya.

Sedangkan Iran disebut-sebut mulai memiliki ketertarikan terhadap minyak sawit sehingga kedepan berpotensi menjadi importir tetap CPO dari Indonesia.

Ketiga, kawasan Asia Selatan. Bukan India yang akan dituju, melainkan Pakistan. Pasalnya, ada kabar yang menyebut Pakistan akan segera meneken perjanjian kerjasama perdagangan dengan China yakni China Pakistan Economic Corridor (CPEC) berpotensi mengerek permintaan CPO Pakistan terhadap Indoensia tahun depan.

Tetap incar pasar lama

Meskipun ada alternatif pasar baru yang bisa digarap, tapi eksportir CPO masih berupaya menggenjot pasar yang sudah ada selama ini. Togar Sitanggang, Corporate Affair Manager Musim Mas Group menyebut, saat ini, Uni Eropa dan India masih menjadi pasar prioritas perusahaan kelapa sawit tersebut.

Menurutnya, karakteristik pasar CPO India dan Uni Eropa berbeda dengan China. India dan Uni Eropa lebih mengedepankan produk olahan, sedangkan China lebih banyak ke produk mentah ketimbang  produk olahan. Ekspor CPO asal Indonesia saat ini 80% sudah berbentuk olahan dan sisanya masih berbentuk mentah.

BV Merha, The Solvent Extractors Association of India mengatakan, setiap tahun, konsumsi minyak sawit India selalu tumbuh double digit, sehingga potensinya masih tetap besar. "India merupakan konsumen minyak sawit terbesar dunia dan menjadikan minyak sawit sebagai minyak nabati unggulan," paparnya.

Penurunan ekspor CPO dari Indonesia ke India sepanjang 2015 dan 2016 lebih disebabkan efek jangka pendek kebijakan denominasi mata uang. Namun, kondisi ini akan berubah seiring dengan membaiknya perekonomian India.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×