Reporter: Gloria Haraito | Editor: Havid Vebri
JAKARTA. PT Sarinah mencari berbagai cara untuk mendongkrak pendapatannya. Selain menggenjot bisnis perdagangannya, badan usaha milik negara (BUMN) ini juga menggeluti bisnis komoditas.
"Untuk meningkatkan nilai tambah, kami juga berniat mendirikan pabrik pengolahan kakao dan singkong," ujar Jimmy M. Rifai Gani, Presiden Direktur PT Sarinah kepada KONTAN baru-baru ini.
Menurut Jimmy, satu pabrik pengolahan komoditas tersebut membutuhkan investasi US$ 20 juta-US$ 25 juta. Sarinah akan menutup kebutuhan investasi ini dari pinjaman bank dan kas internal.
Seperti diketahui, sejak pemerintah membuka keran impor minuman beralkohol, bisnis Sarinah dari bidang ini turun karena tidak lagi memonopoli perdagangan minuman keras. Karena itu, untuk menjaga bisnisnya, mau tak mau Sarinah harus giat berekspansi.
Menurut Jimmy, sudah dua tahun belakangan ini Sarinah gencar meningkatkan bisnis trading. Di sektor trading, Sarinah memperdagangkan minuman beralkohol, kakao, singkong, dan minyak atsiri.
Tahun ini Sarinah menargetkan pendapatan Rp 400 miliar dan laba bersih sebesar Rp 20 miliar lebih. Target tersebut naik 30% dibandingkan dengan perolehan tahun lalu. Setengah dari pendapatan ini diharapkan dari sektor ritel. "Sementara trading menyumbang 30% dan properti 20%," ujar Jimmy.
Arryanto Sagala, Kepala Bidang Pengkajian Kebijakan Iklim dan Mutu Industri (BPKIMI) Kementerian Perindustrian menilai, rencana Sarinah memang sejalan dengan tujuan pemerintah menggiatkan usaha hilir komoditas. "Kami berharap tahun 2014 semua komoditas pertanian dan tambang sudah diolah di dalam negeri," kata Arryanto.
Ekspor perdana Juli
Saat ini, Sarinah mengolah kakao mentah menjadi bahan setengah jadi di pabrik milik mitranya. Ke depan, BUMN ini akan membangun pabrik pengolahan sendiri.
Sebelum memiliki pabrik sendiri, mulai bulan depan, Sarinah akan mengekspor kakao dan singkong. Tujuan ekspor perdana olahan kakao ke Eropa, sementara tujuan ekspor perdana singkong adalah Korea Selatan.
Dalam setahun ke depan, Sarinah menargetkan akan mengekspor ratusan ton kakao. Sarinah menargetkan, nantinya bisa mengekspor 5.000 ton per tahun.
Untuk singkong, kata Jimmy dalam enam bulan ke depan, Sarinah telah mengantongi pesanan 100.000 ton dalam bentuk gaplek dari China. Sarinah akan menembus negara berpenduduk terbanyak di dunia itu melalui mitra yang berbasis di Korea.
Dari ekspor singkong, Sarinah berpotensi mengantongi pendapatan Rp 200 miliar. "Angka 100.000 ton adalah angka psikologis buat kami agar lebih serius menggarap bisnis ini," papar Jimmy. Sarinah juga akan memacu ekspor minyak atsiri nilam dan pala. Dari ekspor ini Sarinah berharap bisa mengumpulkan pendapatan sebesar Rp 10 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News