kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.504.000   5.000   0,33%
  • USD/IDR 15.935   0,00   0,00%
  • IDX 7.246   -68,22   -0,93%
  • KOMPAS100 1.110   -11,46   -1,02%
  • LQ45 880   -11,76   -1,32%
  • ISSI 222   -0,92   -0,41%
  • IDX30 452   -6,77   -1,48%
  • IDXHIDIV20 545   -7,80   -1,41%
  • IDX80 127   -1,32   -1,03%
  • IDXV30 136   -1,06   -0,77%
  • IDXQ30 150   -2,29   -1,50%

Acset Indonusa bidik proyek bernilai besar dan memiliki kompleksitas tinggi


Rabu, 11 April 2018 / 21:15 WIB
Acset Indonusa bidik proyek bernilai besar dan memiliki kompleksitas tinggi
ILUSTRASI. RUPS Acset


Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Sofyan Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Acset Indonusa Tbk (ACST) cukup agresif dalam menargetkan kontrak baru tahun ini. Dalam mengincar proyek, perusahaan konstruksi swasta ini fokus mencari proyek-proyek dengan nilai yang cukup besar atau proyek yang memiliki kompleksitas pekerjaan yang tinggi.

Tahun ini, ACST menargetkan kontrak baru sebesar Rp 10 triliun. Target tersebut dibidik dari proyek pondasi, gedung, dan infrastruktur. Sebagian besar proyek itu diharapkan didapat dari infrastruktur.

Dalam mengincar proyek pondasi, anak usaha dari PT United Tractors Tbk ini akan fokus membidik proyek yang memiliki tingkat kesulitas pekerjaan yang lebih tinggi. Sebab menurut Jeffrey G Chandrawijaya, President Director ACST, semakin besar tingkat kesulitan suatu proyek yang digarap maka margin keuntungan yang akan diperoleh akan semakin besar.

"Nilai kontrak dari pondasi biasanya memang tidak terlalu besar, secara umum hanya sekitar Rp 100 miliar. Tapi kami fokus bidik pondasi yang memiliki kedalaman lebih dari 90 meter yang butuh kompetensi lebih rumit. Biasanya nilai proyek seperti ini lebih besar dan margin profitnya juga lebih tinggi," jelas Jeffrey di Jakarta, Rabu (11/4).

Di sektor struktur, ACST juga fokus membidik proyek-proyek gedung-gedung premium yang memiliki kontrak lebih tinggi. Sebab margin proyek seperti ini tidak setinggi dari proyek pondasi. Sedangkan di sektor infrastruktur, perusahaan terbuka untuk semua jenis karena memang proyek infrastruktur biasanya memiliki nilai kontrak yang sangat besar.

Margin keuntungan dari proyek infrastruktur memang tidak terlalu besar hanya sekitar 6%. Namun dengan nilai kontrak yang besar tersebut, maka akan menyumbang laba yang besar juga bagi perusahaan.

Untuk mengincar proyek gedung dan infrastruktur yang memiliki nilai besar, ACST akan melakukan strategi menggandeng partner atau melakukan kerja sama operasi (KSO). "Untuk mengincar proyek infrastruktur yang besar-besar itu butuh modal besar maka kami akan bekerja sama dengan kontraktor lain. Kami tidak bersaing dengan BUMN karya itu, tapi kami bersinergi," jelas Jeffrey.

Sebetulnya untuk proyek gedung, ACST masih cukup jika maju sendiri. Namun, gedung-gedung premium yang dibangun banyak mengadung komponen investasi asing. Investor tersebut biasanya membawa juga kontraktor dari luar negeri. Nah, grup usaha Astra ini memilih untuk bekerjasama dengan kontraktor asing tersebut agar bisa mendapatkan proyek-proyek baru.

Walaupun Acset Indonesia fokus membidik proyek infrastruktur dan gedung bernilai besar, namun perusahaan tidak sembarang dalam memilih proyek. "Kami tidak hanya fokus pada nilainya saja, tetapi kami lihat juag siapa pemberi kerjanya. Kalau kami nyaman bekerja dengan mereka baru kami ikuti tendernya." tambah Jeffrey.

Dengan banyak melakukan KSO, ACST sebetulnya tidak terkendala dari sisi Sumber Daya Manusia (SDM) dalam menggarap lebih bnayak proyek proyek. Sementara untuk pondasi, kekuatan SDM perusahaan masih cukup baik.

Hingga kuartal I, ACST belum berhasil mendapatkan kontrak baru. Namun, perusahaan cukup optimis target yang mereka patok tahun ini bisa tercapai karena masih mengikuti banyak tender proyek saat ini. Diantranya adalah tender proyek Tol Serpong-Balaraja dengan nilai sekitar Rp 900 miliar dan tender proyek Tol Jakarta-Cikampek Selatan yang diikuti secara KSO bersama mitranya dengan perkiraan nilai kontrak Rp 3,8 triliun.

Saat ini, ACSET masih mengerjakan proyek senilai Rp10,5triliun yang terdiri dari proporsi carry over order tahun 2016 dan kontrak baru tahun 2017.
Perseroan terus melanjutkan pengerjaan proyek agar selesai tepat waktu sesuai target awal.

Sejalan dengan bertambahnya proyek yang didapatkan terutama dari proyek infrastruktur bersifat turnkey atau pembayaran diterima jika proyek selesai dibangun, maka ACST membutuhkan modal kerja yang besar.

Perusahaan telah mendapatkan pinjaman sebesar Rp 1,6 triliun dari induk usahanya PT United Tractors Tbk (UNTR). Pinjaman tersebut dikenakan bunga JIBOR +3% atau setara dengan 8,46% per tahun. "Pinjaman itu akan kami gunakan untuk modal kerja proyek-proyek turnkey yang sebagia besar merupakan infrastruktur. " kata Jeffrey.

Dia menjelaskan, sumber pendanaan ACST dalam menggarap proyek-proyek yang didapat berasal dari pinjamam bank, pinjaman dari pemegang saham dan sebagian besar dari supplier.

"Kami lebih banyak menggunakan pendaaan dari supplier. Jika kami dapat proyek besar, kami minta pembayaran dan harga barang yang kompetitive dari supplier. Sedangkan share holder loan itu hanya sebagai banck up saja," ujar Jeffrey.

Kebutuhan modal kerja yang paling besar hanya untuk proyek jenis turnkey saja. Sementara proyek yang bersifat jangka pendek atau kurang dari setahun, maka modal kerjanya sudah cukup dari pembayaran uang muka dari pemilik proyek.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Kiat Cepat Baca Laporan Keuangan Untuk Penentuan Strategi dan Penetapan Target KPI Banking and Credit Analysis

[X]
×