Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Hilirisasi batubara dalam hal ini gasifikasi batubara masih harus melewati banyak tantangan hingga bisa memberikan efek yang positif bagi negara, pelaku usaha, hingga masyarakat.
Direktur Eksekutif Asosiasi Perusahaan Batubara Indonesia (APBI), Hendra Sinadia mengatakan milestone pengembangan gasifikasi batubara adalah sejak diterbitkannya UU No 3 tahun 2020 dan UU No 11 tahun 2020 karena ada dasar hukum yang lebih tegas dari pemerintah untuk pengembangan batubara atau hilirisasi batubara. Selain dari dua beleid ini, hilirisasi batubara juga didukung dengan UU Cipta Kerja.
"Kunci dari pengembangan hilirisasi batubara adalah keekonomian, ini yang kami dorong bersama bagaimana proyek ini bisa ekonomis," jelas Hendra dalam acara Kompas Talk secara virtual bertajuk Hilirisasi Batubara untuk Pemulihan Ekonomi, diselenggarakan secara virtual, Rabu (1/9).
Bagi perusahaan batubara yang akar bisnisnya adalah menghasilkan batubara untuk energi, dengan adanya kebijakan hilirisasi ini, tentu menjadi hal yang sangat baru khususnya dalam menghadapi struktur pasar yang baru. "Ini akan sangat menantang, apalagi di tengah kondisi sulitnya pendanaan," kata Hendra.
Baca Juga: Hilirisasi batubara dapat menopang resiliensi perekonomian daerah
Hendra mengatakan, dari segi pelaku usaha yang berdiri di garda terdepan menjalankan misi ini, banyak harapan yang diinginkan supaya proyek gasifikasi batubara bisa berjalan ekonomis. "Harapan kami ialah, royalti batubara untuk gasifikasi hingga 0% perihal ini sudah terakomodir dalam UU Cipta Kerja. Kemudian, formula harga khusus batubara untuk gasifikasi karena tidak mudah juga substitusi LPG karena mengikuti harga LPG yang fluktuatif," papar Hendra.
Harapan lainnya adalah, masa berlaku izin usaha pertambangan (IUP) agar sesuai dengan umur ekonomis proyek gasifikasi. Sejauh ini, harapan ini sudah diakomodir pemerintah dan saat ini masih ditunggu pelaku usaha.
Selain itu, Hendra mengatakan, pelaku usaha membutuhkan tax holiday karena investasi gasifikasi batubara butuh dana yang besar.
Pihak pelaku usaha juga berharap dapat diberikan relaksasi berupa pembebasan PPN untuk jasa pengolahan batubara menjadi syngas sebesar 0% serta pembebasan PPn EPC kandungan lokal.
Baca Juga: Adaro Power akan bangun pabrik gasifikasi batubara di Kalimantan
Dalam pengembangan gasifikasi batubara nanti, salah satu yang juga tidak kalah penting adalah kepastian off taker. "Saat ini pembahasannya sedang dilakukan oleh Kementerian BUMN bagaimana agar off taker bisa mendukung proyek gasifikasi," tandasnya.
Dharma Djojonegoro, Direktur Utama Adaro Power memaparkan, pemanfaatan hasil gasifikasi batubara yang salah satunya adalah DME, masih menghadapi banyak tantangan yang perlu dicari solusinya oleh pemerintah dan Pertamina. "Tantangan pertama, mengenai konversi tabung LPG. Jika nanti diganti DME apa konversi yang perlu dilakukan? Saat ini teman-teman dari Pertamina sedang meneliti ini," jelasnya.
Tantangan kedua adalah harga jual LPG dibandingkan dengan DME. Dharma memaparkan, gasifikasi membutuhkan pabrik seharga miliaran dolar. Seperti diketahui, harga LPG secara internasional bergerak fluktuatif dan disubsidi pemerintah. "Jadi kita harus cari titik temu, keseimbangan, kepastian dan harga pasar," kata Dharma.