kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45909,31   7,91   0.88%
  • EMAS1.354.000 1,65%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ada Larangan Ekspor, Begini Prospek Saham-Saham Batubara


Jumat, 07 Januari 2022 / 06:10 WIB
Ada Larangan Ekspor, Begini Prospek Saham-Saham Batubara


Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah menerapkan larangan ekspor batubara yang berlaku mulai 1 hingga 31 Januari 2022. Larangan ekspor ini diterapkan sehubungan dengan rendahnya pasokan batubara untuk pembangkit listrik domestik.

Kementerian Energi dan Sumber Mineral (ESDM) melalui Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Ditjen Minerba) mengeluarkan kebijakan yang melarang perusahaan pertambangan batubara untuk melakukan kegiatan ekspor batubara.

Analis RHB Sekuritas Indonesia  Fauzan Luthfi Djamal menilai, dampak dari larangan ekspor ini sudah mulai terlihat di pergerakan harga batubara.

Peraturan saat ini juga mulai selektif, dimana beberapa perusahaan yang masih memenuhi 76%-100% kuota DMO sepanjang 2021 masih bisa melakukan ekspor.

Baca Juga: Ini Alasan Erick Thohir Berhentikan Direktur Energi Primer PLN Rudy Hendra Prastowo

Selama ekspor dilarang, kemungkinan, harga komoditas energi ini bisa kembali menembus level US$ 190.00 per ton. Hal ini karena pasokan batubara  ke pasar global menjadi makin ketat. Sebab, Indonesia memegang kontribusi terhadap sekitar 45% seaborne coal dunia.

Permintaan dari China kemungkinan memang tidak agresif karena Negeri Panda tersebut sudah lebih mandiri. Hal ini tercermin dari tingginya produksi batubara domestik. Akan tetapi, permintaan batubara dari Jepang, Korea, dan Negara-negara di Asia Tenggara masih cukup signifikan.

 

Terkait pelarangan ekspor batubara, Fauzan menilai larangan ini tidak akan diperpanjang. Fauzan merinci, kebutuhan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di bulan Januari berada di angka 20 juta ton. Jumlah ini empat kali lebih banyak dari rata-rata yang hanya membutuhkan sekitar 5 juta ton.

Baca Juga: Analis Sebut Emiten Ini Paling Terdampak Kebijakan Larangan Ekspor Batubara

Sampai tanggal 5 Januari 2021, cadangan batubara yang sudah diamankan mencapai 13,9 juta  ton. Secara logika, kebutuhan batubara yang mencapai 20 juta ton tersebut seharusnya bisa dipenuhi di sisa 26 hari pada bulan ini.

Selain itu, pemain-pemain besar yang masih patuh dengan pemenuhan domestic market obligation (DMO) juga masih diperbolehkan melakukan ekspor. Sehingga, harga batubara kemungkinan bisa mencapai US$ 200 per ton, dan bisa tetap mendukung harga jual (selling price) ke depan nya.

Dus, larangan ini tidak terlalu berdampak terhadap saham batubara. Selain karena kebijakan ini diproyeksi tidak akan diperpanjang, terdapat potensi kenaikan harga batubara  yang dapat mendukung harga jual.

Fauzan menyebut, saham-saham batubara seperti PT Bukit Asam Tbk (PTBA), PT Adaro Energy Tbk (ADRO), dan PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG)  saat ini memiliki valuasi yang menarik, dimana rata-rata trading price to earnings (P/E) sekitar 6,5 kali.

Angka ini jauh di baw

ah rata-rata P/E lima tahun ke belakang di angka 9 kali. “Karena harga sahamnya agak sideways dari Oktober 2021,” terang Fauzan kepada Kontan.co.id, Kamis (6/1).

Baca Juga: Begini Dampak Kebijakan Larangan Ekspor Batubara Bagi Indika Energy (INDY)

Sementara itu, Analis Panin Sekuritas William Hartanto mengatakan, saham ADRO, PTBA, dan PT Bayan Resources Tbk (BYAN) masih uptrend.  Namun, saham-saham ini rentan terkoreksi. Selain karena faktor sentimen, juga karena sudah menguat signifikan.

“Maka berpotensi terkena profit taking,” terang William. William merekomendasikan wait and see untuk saham-saham batubara.

 

Hemat Fauzan, ke depan kemungkinan PLN akan meneken kontrak jangka panjang (long-term contract) sehingga pasokan batubara bisa lebih terjaga. Dus, beberapa perusahaan boleh melakukan ekspor kembali.

Hal ini karena sejumlah pemain batubara sudah melakukan penandatanganan kontrak dengan klien di luar  negeri yang berpotensi terkena denda jika pengiriman mengalami keterlambatan. “Belum lagi perusahaan pengiriman (shipping) yang juga kena dampaknya,” pungkas dia. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×