kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45897,60   4,88   0.55%
  • EMAS1.365.000 -0,22%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ada Ormas Keagamaan Tolak Kelola Tambang, Begini Tanggapan Pengamat


Jumat, 07 Juni 2024 / 17:59 WIB
Ada Ormas Keagamaan Tolak Kelola Tambang, Begini Tanggapan Pengamat
ILUSTRASI. Beberapa Organisasi Masyarakat (Ormas) keagamaan yang menolak menerima karpet merah untuk mengelola tambang. ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra/foc.


Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengamat menilai beberapa Organisasi Masyarakat (Ormas) keagamaan yang menolak menerima karpet merah untuk mengelola tambang dari pemerintah Jokowi adalah tindakan yang tepat dan realistis.

Diberitakan sebelumnya, Muhammadiyah hingga Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) menyatakan sikap untuk menolak tawaran mengelola tambang dari pemerintah.

Pengamat Ekonomi Energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi, menilai penolakan itu cukup realistis karena Ormas keagamaan memperkirakan akan berat bagi mereka untuk mengelola tambang, meskipun beberapa Ormas keagamaan mempunyai unit usaha.

"Ya meski mempunyai unit usaha, tapi hampir tidak pernah ada investasi atau mereka masuk di usaha pertambangan yang kita tahu cukup rumit," ujarnya kepada KONTAN, Jumat (7/6).

Fahmy mengungkapkan, Ormas keagamaan yang menolak mengelola tambang ini lantaran mereka realistis soal kecukupan dana untuk melakukan investasi. "Sehingga dalam keadaan tersebut lebih realistis, lebih baik menolak," sambungnya.

Baca Juga: Ormas Keagamaan Boleh Ikut Kelola Tambang, Ini Total Luasan Lahan Eks PKP2B

Menurut Fahmy, soal Nahdlatul Ulama yang dikabarkan akan mengelola tambang nanti berhasil atau tidak, Fahmy tidak yakin apalagi pengalaman sebelumnya pada waktu Gus Dur menjadi Presiden pernah mendirikan Bank Summa yang tidak berhasil.

"Ya Bank Summa itu ujung-ujungnya gagal, itu perbankan, apalagi ini pertambangan," ungkap Fahmy.

Apalagi, kata Fahmy, konsesi prioritas tidak semua tambang yang baru, tambang yang sudah dieksploitasi 5-15 tahun yang dikembalikan ke pemerintah yang diberikan izin pengelolaannya di mana tambang tersebut ada kemungkinan sudah habis cadangannya sehingga hasilnya pun minim. "Muhammadiyah dan lainnya realistis menolak," tuturnya.

Selain itu, Fahmy juga menyoroti dualisme sikap pemerintah di mana di satu sisi ingin mencapai energi terbarukan di sisi lain tetap mendorong tambang batubara dan tidak melarang PLN menggunakan batubara untuk pembangkit listrik.

"Pemerintah tidak serius-serius amat dengan energi baru terbarukan," pungkasnya.

Senada, Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan (Pushep), Bisman Bakhtiar, menilai memang sebaiknya ditolak karena ini melanggar UU.

Baca Juga: Ada Ormas Keagamaan yang Menolak Kelola Tambang, Bahlil: Diberikan kepada yang Mau

Bisman menerangkan, berdasarkan UU Minerba, Ormas tidak memenuhi kualifikasi untuk diberikan WIUPK, sebab PP 25 Tahun 2024 dan Perpres 70 Tahun 2023 yang menjadi dasar pemberian WIUPK bertentangan dengan UU Minerba.

Sesuai dengan UU Minerba, WIUPK tidak dapat diberikan langsung atau dengan penawaran prioritas kepada Ormas tetapi harus melalui lelang. Jika tidak lelang maka melanggar UU dan berpotensi merugikan negara dan menjadi kasus di kemudian hari. Prioritas hanya diberikan kepada BUMN dan BUMD.

"Kita dukung Ormas keagamaan untuk tetap menjaga kekuatan moral yang menjaga lingkungan hidup, kalau ikut-ikutan main tambang nanti tidak ada kekuatan kontrol sosial yang menjaga lingkungan hidup dan potensi konflik sosial akibat tambang. Akan lebih banyak negatifnya jika Ormas mengelola tambang," tandasnya kepada KONTAN.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×