Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Industri makanan dan minuman diperkirakan mampu tumbuh 6,1% pada tahun 2025 di tengah tren pergeseran konsumsi.
BRI Danareksa Sekuritas (BRIDS) baru-baru ini mengadakan diskusi kelompok dengan Ketua Umum Gabungan Industri Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi), Adhi S. Lukman untuk mendapatkan wawasan lebih lanjut tentang tren konsumen terkini di Indonesia.
Analis BRIDS Christy Halim dan Sabela Amalina dalam riset terbarunya menjelaskan, banyak pelaku industri food and beverage (F&B) mengalami pemulihan yang lebih lambat dari perkiraan pasca musim lebaran, termasuk imbal hasil saham. Permintaan sempat meningkat pada Juli 2025, tetapi kembali menurun pada Agustus 2025.
Baca Juga: Sektor Mamin Tumbuh 6,15%, Industri Biskuit Diprediksi Stabil
Beberapa pelaku industri telah mulai berkoordinasi dengan perdagangan modern untuk stok lebaran tahun depan, dengan rencana pengiriman dimulai pada November 2025. Hal ini dapat mendukung pertumbuhan di kuartal IV 2025.
Mengingat porsi pengeluaran makanan/kapita yang signifikan di wilayah perkotaan dan pedesaan, Gapmmi tetap optimis dengan industri makanan dan minuman meskipun daya beli yang lemah saat ini telah memperlambat pertumbuhan industri.
“Industri makanan tumbuh sebesar 6,15% yoy di kuartal II 2025 dan diperkirakan akan mencapai antara 5,9% - 6,1% di tahun fiskal 2025,” ujar Christy dan Sabela dalam risetnya, Rabu (24/9/2025).
BRIDS juga mencatat telah terjadi pergeseran tren konsumsi saat ini. Yakni dari makan di luar dan makanan siap saji ke makanan rumahan, dengan porsi pengeluaran siap saji turun dari 32,9% pada tahun 2019 menjadi 29,7% pada tahun 2024. BRIDS meyakini hal ini mencerminkan tren konsumsi yang lemah.
Baca Juga: Kemenperin Beberkan Kinerja Gemilang Industri Mamin, Ekspor Tembus ke Afrika
Oleh karena itu, bahan makanan pokok seperti makanan beku, bumbu dapur, air mineral, dan mi instan terus menunjukkan kinerja yang kuat. Bahkan pertumbuhannya mencapai dua digit. “Pengeluaran untuk rokok relatif stabil, sedikit meningkat dari 11,3% pada tahun 2019 menjadi 11,6% pada tahun 2024,” terang Christy dan Sabela.
Lebih lanjut terkait dampak langsung program stimulus “8+4” terhadap konsumsi relatif terbatas. Disebutkan bahwa dampak yang lebih langsung terhadap konsumsi kemungkinan besar berasal dari program uang tunai untuk pekerjaan dan bantuan pangan.
Sementara itu, program magang dapat meningkatkan pendapatan rumah tangga secara bertahap. Gapmmi meyakini Bantuan Langsung Tunai (BLT) merupakan langkah krusial dan efektif untuk merangsang konsumsi dengan cepat.
Adapun terkait dampak program makan bergizi gratis (MBG) terhadap industri F&B, disebutkan bahwa sejauh ini dampaknya cukup positif bagi pelaku industri makanan beku (nugget) dan bumbu karena sudah digunakan dan bersumber dari pelaku industri.
“Untuk susu, telah ada beberapa kemajuan dengan kesepakatan harga beli lebih dari Rp2.000/bungkus,” pungkas Christy dan Sabela.
BRI Danareksa Sekuritas (BRIDS) baru-baru ini mengadakan diskusi kelompok dengan Ketua Umum Gabungan Industri Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi), Adhi S. Lukman untuk mendapatkan wawasan lebih lanjut tentang tren konsumen terkini di Indonesia.
Analis BRIDS Christy Halim dan Sabela Amalina dalam riset terbarunya menjelaskan, banyak pelaku industri food and beverage (F&B) mengalami pemulihan yang lebih lambat dari perkiraan pasca musim lebaran, termasuk imbal hasil saham. Permintaan sempat meningkat pada Juli 2025, tetapi kembali menurun pada Agustus 2025.
Beberapa pelaku industri telah mulai berkoordinasi dengan perdagangan modern untuk stok lebaran tahun depan, dengan rencana pengiriman dimulai pada November 2025. Hal ini dapat mendukung pertumbuhan di Kuartal IV – 2025.
Mengingat porsi pengeluaran makanan/kapita yang signifikan di wilayah perkotaan dan pedesaan, Gapmmi tetap optimis dengan industri makanan dan minuman meskipun daya beli yang lemah saat ini telah memperlambat pertumbuhan industri.
“Industri makanan tumbuh sebesar 6,15% yoy di kuartal II – 2025 dan diperkirakan akan mencapai antara 5,9% - 6,1% di tahun fiskal 2025,” ujar Christy dan Sabela dalam risetnya, Rabu (24/9).
BRIDS juga mencatat telah terjadi pergeseran tren konsumsi saat ini. Yakni dari makan di luar dan makanan siap saji ke makanan rumahan, dengan porsi pengeluaran siap saji turun dari 32,9% pada tahun 2019 menjadi 29,7% pada tahun 2024. BRIDS meyakini hal ini mencerminkan tren konsumsi yang lemah.
Oleh karena itu, bahan makanan pokok seperti makanan beku, bumbu dapur, air mineral, dan mi instan terus menunjukkan kinerja yang kuat, menunjukkan pertumbuhan dua digit.
“Pengeluaran untuk rokok relatif stabil, sedikit meningkat dari 11,3% pada tahun 2019 menjadi 11,6% pada tahun 2024,” terang Christy dan Sabela.
Lebih lanjut terkait dampak langsung program stimulus “8+4” terhadap konsumsi relatif terbatas. Disebutkan bahwa dampak yang lebih langsung terhadap konsumsi kemungkinan besar berasal dari program uang tunai untuk pekerjaan dan bantuan pangan.
Sementara itu, program magang dapat meningkatkan pendapatan rumah tangga secara bertahap. Gapmmi meyakini Bantuan Langsung Tunai (BLT) merupakan langkah krusial dan efektif untuk merangsang konsumsi dengan cepat.
Adapun terkait dampak program makan bergizi gratis (MBG) terhadap industri F&B, disebutkan bahwa sejauh ini dampaknya cukup positif bagi pelaku industri makanan beku (nugget) dan bumbu karena sudah digunakan dan bersumber dari pelaku industri.
“Untuk susu, telah ada beberapa kemajuan dengan kesepakatan harga beli >Rp2.000/bungkus (lebih dari Rp 2.000 per bungkus),” pungkas Christy dan Sabela.
Selanjutnya: Sinopsis One Battle After Another Dibintangi Leonardo DiCaprio, Tayang Hari Ini
Menarik Dibaca: Ada KAI MIni Expo di Stasiun Yogyakarta, Dapatkan Promo Tiket KA Hingga 30%
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News