kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.333.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ada Persoalan Pupuk, Gapki: Produksi CPO 2023 Bisa Turun Tipis Jadi 51 Juta


Minggu, 11 Desember 2022 / 23:33 WIB
Ada Persoalan Pupuk, Gapki: Produksi CPO 2023 Bisa Turun Tipis Jadi 51 Juta
ILUSTRASI. CPO: Foto udara kendaraan melintas di areal perkebunan sawit milik salah satu perusahaan di Pangkalan Banteng, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah,


Reporter: Muhammad Julian | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Produksi minyak sawit mentah alias crude palm oil (CPO) dalam negeri di tahun 2023 berpotensi menurun. Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono memperkirakan, produksi CPO dalam negeri tahun depan bakal terganggu oleh persoalan pupuk.

“Dari segi produksi juga akan sedikit terganggu dengan mahalnya dan sulitnya pupuk akan mengakibatkan pekebun utamanya petani akan mengurangi penggunaan pupuk, hal ini akan mengganggu produksi,” ujar Eddy kepada Kontan.co.id, Minggu (11/12).

Dengan adanya tantangan tersebut, Eddy memperkirakan bahwa angka produksi CPO di tahun 2023 bakal berkisar 51 juta - 52 juta ton. Angka tersebut lebih rendah dibanding proyeksi produksi CPO tahun ini yang menurut perkiraan Eddy bisa mencapai 52-53 juta ton.

Baca Juga: Harga Komoditas Menukik, Prospek Saham Konsumer Masih Ciamik

Di lain pihak, Eddy juga memperkirakan bahwa kondisi ekonomi global di tahun 2023 masih rentan dipengaruhi oleh perang Rusia-Ukraina yang diperkirakan belum selesai tahun depan. Walhasil, menurut Eddy, permintaan CPO tahun depan bisa saja melemah.

Meski begitu, ia juga melihat adanya peluang pasar seturut gangguan pada produk minyak nabati lain seperti minyak bunga matahari.

“Dengan masih terjadinya perang produksi minyak nabati lain utamanya produksi minyak bunga matahari terganggu, ini bisa memberikan peluang minyak sawit menggantikan minyak bunga matahari,” kata Eddy.

Meski begitu, sejumlah pelaku industri CPO optimistis bisa mencatatkan kenaikan produksi di tahun 2023. Direktur PT Dharma Satya Nusantara Tbk (DSNG) Jenti Widjaja mengatakan, area terbesar perkebunan di Kalimantan Timur yang sebelumnya mencatatkan penurunan produksi tajam akibat El Nino 2019, sudah berangsur normal sejak kuartal III 2022.

Ia pun memperkirakan, produksi CPO perusahaan tahun depan bisa bertumbuh 10% dibanding tahun ini.

“Salah satu upaya adalah dengan meningkatkan produktivitas dan mengupayakan cost efisiensi melalui inovasi teknologi, pemanfaatan energi terbarukan sebagai pengganti atau pengurangan bahan bakar fosil, dan lain-lain,” tutur Jenti kepada Kontan.co.id.

Baca Juga: Intip Rekomendasi Saham Sejumlah Emiten Komoditas Berikut Ini

Menyoal prospek harga, Jenti memperkirakan bahwa harga CPO akan bertahan di level saat ini hingga kuartal I 2023, lalu kemudian berpotensi turun seiring penambahan produksi di industri sawit.

Namun, dengan berbagai strategi yang dilakukan, DSNG  berharap bisa mencatatkan pertumbuhan kinerja keuangan. Hanya saja, Jenti tidak merinci berapa pertumbuhan kinerja yang ingin perusahaan kejar.

“Perseroan berharap untuk dapat terus bertumbuh dari tahun ke tahun, baik pendapatan dan profit,” tutur Jenti tanpa menyebut angka-angka.

Selain memacu produksi, DSNG juga mencanangkan ekspansi tahun depan. Jenti bilang, DSNG menganggarkan belanja modal atau capital expenditure (capex) sekitar Rp 800 miliar tahun depan. Anggaran tersebut di antaranya akan digunakan sebagai capex rutin untuk infrastruktur.

Alokasi lainnya, sebagian dana tersebut juga akan digunakan untuk membiayai  pengembangan 2 pabrik kelapa sawit (PKS) baru.

Sama seperti DSNG, PT Cisadane Sawit Raya Tbk (CSRA) juga mencanangkan kenaikan produksi di tahun 2023.

“Dibandingkan tahun lalu, kami menargetkan peningkatan produksi TBS (tandan buah segar) 20% dan CPO di atas 50% sehubungan dengan beroperasinya pabrik baru di Tapanuli Selatan,” ungkap Corporate Secretary CSRA, Iqbal Prastowo kepada Kontan.co.id.

Saat ini, CSRA tengah mengawal pembangunan PKS keduanya yang berlokasi di Tapanuli. Jika sudah beroperasi, PKS anyar tersebut bakal memberi tambahan kapasitas sebesar 45 ton per jam. Menurut rencana, PKS kedua tersebut mulai berproduksi di tahun 2023.

Menyoal urusan harga, CSRA optimistis bahwa harga CPO masih akan berada di atas harga keekonomiannya meski ada kondisi ketidakpastian makroekonomi, geopolitik dan isu resesi.

Baca Juga: Harga CPO Berpotensi Lanjut Naik, Simak Rekomendasi Saham Astra Agro Lestari (AALI)

Asumsi CSRA, harga CPO tahun 2023 akan cukup stabil walaupun tidak setinggi harga CPO saat mencapai puncaknya pada  kuartal pertama 2022 lalu.

Agar kegiatan produksi berjalan sesuai rencana, CSRA sudah menyiapkan strategi untuk mengantisipasi persoalan pupuk.

“Untuk mengantisipasi kenaikan harga pupuk ke depannya, perusahaan sedang mencoba mengaplikasikan pupuk jenis slow release, yang diharapkan dapat mengurangi cost pemupukan secara signifikan,” terang Iqbal.

Sama seperti DSNG, selain memacu produksi, CSRA juga mencanangkan agenda ekspansi di tahun 2023. Iqbal memperkirakan, capex perusahaan bakal berkisar Rp 200 miliar - Rp 250 miliar untuk tahun buku 2023, tergantung perkembangan harga CPO nanti.

“Alokasinya adalah kemungkinan 40% untuk pembangunan infrastruktur di kebun seperti perumahan, jalan dan sebagainya, dan 60% untuk akuisisi lahan baru di Sumatra Selatan,” terang Iqbal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Practical Business Acumen Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×