kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.975.000   59.000   3,08%
  • USD/IDR 16.830   0,00   0,00%
  • IDX 6.438   38,22   0,60%
  • KOMPAS100 926   8,20   0,89%
  • LQ45 723   5,45   0,76%
  • ISSI 205   2,17   1,07%
  • IDX30 376   1,61   0,43%
  • IDXHIDIV20 454   0,42   0,09%
  • IDX80 105   1,01   0,98%
  • IDXV30 111   0,45   0,40%
  • IDXQ30 123   0,28   0,22%

Ada SNI, produsen kimia sulit impor asam sulfat


Rabu, 11 Juni 2014 / 18:03 WIB
Ada SNI, produsen kimia sulit impor asam sulfat
ILUSTRASI. Kode Redeem FF Hari ini 16 Januari 2023, Klaim Reward atau Hadiah Gratis Ini!


Reporter: Hendra Gunawan | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Para pelaku usaha mengaku kesulitan memperoleh bahan baku impor akibat dari adanya aturan Standart Nasional Indonesia (SNI) yang belum tersosialisasikan dengan baik. Salah satu perusahaan yang mengeluhkan kondisi ini adalah PT Cheil Jedang Indonesia (CJI). Perusahaan yang memproduksi asam amino ini mengaku kesulitan memperoleh bahan baku impor jenis asam sulfat.

Seperti diketahui, pemerintah telah memberlakukan SNI untuk asam sulfat teknis berdasarkan peraturan menteri perindustrian nomor 63/M-IND/PER/12/2013 yang direvisi dengan peraturan menteri perindustrian Nomor 19/M-IND/PER/4/2014 yang berlaku mulai 12 Juni 2014 nanti. Sedangkan peraturan teknisnya baru keluar 23 Mei 2014 kemarin.

"Waktu antara keluarnya peraturan yakni akhir Desember 2013 dengan deadline 12 Juni 2014, kami rasakan sangat sempit. Apalagi kami justru mendapatkan informasi ini dari simpang siur berita dan bukan dari sosialisasi resmi," kata Direktur PT CJI, Agus Sutijono dalam keterangannya, Rabu (11/6).

Menurutnya, PT CJI memerlukan asam sulfat sebagai salah satu bahan produksi utama. Setiap bulan, perusahaan ini membutuhkan setidaknya 7.500 ton asam sulfat. Besarnya kebutuhan ini tidak dapat terpenuhi jika hanya mengandalkan produsen lokal.

Selain mepetnya tenggat waktu yang diberikan, penunjukan laboratorium penguji juga belum ditetapkan secara cepat. "Ini yang menyebabkan terjadinya ketidaksiapan dari perusahaan dalam menyiapkan data dan dokumen. Serta kebingungan di pihak lembaga yang berada dalam naungan Kementerian Perindustrian seperti LSPRO (Lembaga Sertifikasi Produk) dalam melakukan proses registrasi SNI," tambah Agus.

Sempitnya waktu dan kurangnya sosialisasi, menjadikan perusahaan yang bergerak di bidang food additive, feed additive dan bidang kimia lainnya juga dipastikan bakal mengalami kendala yang sama.

Padahal untuk mendapatkan SNI, ada persoalan teknis birokrasi dan durasi terbit SPPT SNI yang memakan waktu hingga tiga bulan lebih.

Nah, jika sampai batas waktu perusahaan belum mendapatkan SNI, Agus memastikan bahwa sudah perusahaannya tidak dapat melakukan impor untuk kebutuhan produksi.

Padahal, pasokan asam sulfat dari lokal pun belum tentu memiliki SNI. Kalaupun ada SNI, jumlah suplainya tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok perusahaan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×