kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.896.000   -13.000   -0,68%
  • USD/IDR 16.195   57,00   0,35%
  • IDX 7.898   -32,88   -0,41%
  • KOMPAS100 1.110   -7,94   -0,71%
  • LQ45 821   -5,85   -0,71%
  • ISSI 266   -0,63   -0,24%
  • IDX30 424   -3,04   -0,71%
  • IDXHIDIV20 487   -3,38   -0,69%
  • IDX80 123   -1,10   -0,89%
  • IDXV30 126   -1,56   -1,22%
  • IDXQ30 137   -1,32   -0,96%

Dibayangi Deindustrilisasi, Industri TPT Menanti Kebijakan Pemerintah


Minggu, 17 Agustus 2025 / 21:24 WIB
Dibayangi Deindustrilisasi, Industri TPT Menanti Kebijakan Pemerintah
ILUSTRASI. Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta menyatakan, tanpa adanya kebijakan yang signifikan dari pemerintah, deindustrialisasi masih akan terjadi di industri TPT.


Reporter: Vina Elvira | Editor: Putri Werdiningsih

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) hadapi ancaman deindustrulisasi akibat menurunnya daya saing, baik di negeri sendiri maupun pasar internasional. 

Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta menyatakan, tanpa adanya kebijakan yang signifikan dari pemerintah, deindustrialisasi masih akan terjadi di industri TPT. 

Padahal, industri ini memiliki peluang pertumbuhan yang sangat besar, baik di pasar domestik dengan 280 juta penduduk dan ASEAN 600 juta penduduk. Namun lagi-lagi, tantangannya justru ada di kebijakan yang diambil oleh pemerintah. 

“Karena secara daya saing biaya masih kalah dan dibiarkan tanpa insentif yang signifikan ditambah pengaturan pengendalian impor yang amburadul (aturan banyak tapi implementasi buruk,” ungkap Redma, kepada Kontan.co.id, Minggu (17/8/2025). 

Baca Juga: Industri TPT Belum Rasakan Kenaikan Indeks Manufaktur, Tunggu Efek Aturan Impor Baru

Dengan peluang pasar yang sangat besar,  pihaknya berharap masalah ini dapat ditangani langsung oleh Presiden Prabowo karena di kementerian terkait banyak konflik kepentingan, terutama oknum birokrasi yang terkait erat para importir. 

Jika permasalahan oknum birokrat kotor ini bisa diselesaikan, APSyFI optimistis sektor TPT bisa kembali tumbuh. 

Diawali penguasaan pasar domestik, yang dilanjutkan dengan pengembangan ekspor berdayasaing, dia meyakini kontribusi industri TPT terhadap PDB bisa kembali di atas 4%.

“Pemerintah tinggal memilih antara memberikan insentif yang besarannya sama seperti China, India, atau Vietnam agar costnya bisa setara atau pemerintah melakukan perlindungan pasar untuk menciptakan fairness competition di pasar dalam negeri,” jelasnya. 

Baca Juga: Tarif Impor AS Ancam Industri TPT, Pemerintah Harus Lindungi Pasar Domestik

Dia menerangkan, industri TPT nasional mengalami era keemasan di era 90-an, dengan kontribusi terhadap PDB sekitar 4%. Kemudian mulai tahun 2000-an industri ini mengalami stagnasi dan ditahun 2010-an mengalami penurunan yg signifikan sejak 2016.

“Pasca Covid 19, ditahun 2022 industri ini bertumbuh baik dengan tingkat utilisasi diatas 75%, namun di 2023 sampai saat ini mengalami penurunan dengan kontribusi terhadap PDB di bawah 2%,” terang Redma. 

Deindustrilisasi ini disebabkan oleh penurunan daya saing industri karena tingginya biaya operasional. 

Di sisi lain, kondisi ini diperparah dengan pengaturan kebijakan yang buruk, sehingga ekspor tidak tumbuh dan justru impor produk TPT tumbuh pesat. Sehingga surplus di neraca perdagangan saat ini di bawah US$ 3 miliar, bahkan secara volume saat ini sudah defisit.

“Tanpa ada kebijakan yang signifikan dari pemerintah, deindustrialisasi masih akan terjadi di industri TPT,” tutupnya. 

Selanjutnya: Menilik Perkembangan Bursa Saham Serta Prospek Dana Asing ke Depan

Menarik Dibaca: Cara Buka Blokir Facebook dengan Bantuan Pusat Dukungan,Cepat & Mudah Dilakukan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mengelola Tim Penjualan Multigenerasi (Boomers to Gen Z) Procurement Strategies for Competitive Advantage (PSCA)

[X]
×