Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Adaro Energy Tbk (ADRO) menyambut program pemerintah yang mendorong pengembang listrik swasta alias Independent Power Producer (IPP) untuk melakukan co-firing biomassa pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batubara.
Melalui anak usahanya yang bergerak di sektor ketenagalistrikan, yakni PT Adaro Power, ADRO pun sedang melakukan uji coba co-firing biomassa. Wakil Presiden Direktur PT Adaro Power Dharma Djojonegoro mengatakan, uji coba co-firing dilakukan pada PLTU yang dikelola oleh PT Makmur Sejahtera Wisesa yang memiliki kapasitas 2 x 30 Megawatt (MW) di Tanjung, Kalimantan Selatan.
"Adaro Power siap melaksanakan arahan Kementerian ESDM dan PLN untuk co-firing. Kami sendiri sedang melakukan percobaan co-firing dalam skala kecil pada PLTU kami," kata Dharma kepada Kontan.co.id, Kamis (25/2).
Baca Juga: Harga jual batubara naik, Adaro Energy (ADRO) dinilai paling diuntungkan
Namun, dia belum membeberkan secara rinci tahapan yang sedang dikerjakan dalam proyek co-firing tersebut. Yang pasti, Dharma menekankan bahwa co-firing sendiri sejatinya bukan skema yang baru, lantaran sudah cukup banyak digunakan pada PLTU di luar negeri.
Kendati begitu, perlu dipastikan agar penerapan co-firing ini bisa sesuai dengan PLTU, sehingga tidak mengganggu kinerja pembangkit secara teknis. "Karena setiap PLTU dan setiap bahan co-firing punya karakteristik masing-masing," sambung Dharma.
Sebagai informasi, Adaro Power memang berencana untuk mengembangkan portofolio energi terbarukan. Saat ini Adaro Power sedang mempelajari proyek-proyek pembangkit listrik energi bersih, termasuk biomassa, tenaga angin dan solar PV.
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana menyampaikan bahwa pihaknya sedang menyusun Peraturan Menteri (Permen) ESDM untuk mengatur co-firing. Regulasi tersebut diharapkan bisa merangsang keterlibatan PLTU milik IPP dalam program pencampuran biomassa kepada pembangkit listrik berbahan bakar batubara tersebut.
"Kementerian ESDM sedang mematangkan regulasinya untuk co-firing. Termasuk pada pembangkit non-PLN," kata Dadan saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (24/2).
Dadan bilang, Permen ESDM tersebut bakal mengatur aspek keteknikan khususnya spesifikasi bahan bakar biomassa. Selain itu, diatur juga tentang koridor atau formulasi harga biomassa dan pengawasannya.
Adapun, insentif yang diberikan pemerintah untuk mendorong program co-firing PLTU batubara antara lain berupa pembangunan fasilitas untuk produksi bahan bakar biomassa dari sampah kota.
Regulasi yang akan dibuat Kementerian ESDM juga diharapkan bakal membuat keekonomian co-firing dan pengadaan biomassa menjadi lebih menarik. "Untuk biomassa arahnya (produksi) sampai (ke bentuk) woodchips, tidak ke pellet. Sehingga keekonomannya akan semakin baik," ungkap Dadan.
Dihubungi terpisah, Ketua Umum Asosiasi Produsen Listrik Swasta Indonesia (APLSI) Arthur Simatupang mengatakan bahwa penerapan co-firing memang bisa meningkatkan output pencapaian EBT berbasis biomassa. Namun dia memberikan catatan, penerapan co-firing harus dilihat dari kecocokan masing-masing PLTU seperti dari design teknologi dan setting boiler.
"Harus dilihat, apakah dapat langsung mengadaptasi tanpa dampak negatif? Perlu perencanaan dan proses yang transparan sehingga bersifat win win," ungkap Arthur kepada Kontan.co.id, Rabu (24/2).
Pasalnya, pengembang swasta pun menyambut baik teknologi ramah lingkungan yang bersifat terbarukan. Arthur mengklaim hal itu sudah menjadi fokus utama anggota APLSI.
Tapi, dia meminta agar program co-firing yang didorong oleh pemerintah tidak mengganggu komitmen investasi yang telah disepakati. "Apabila (co-firing) dijalankan, tidak ada pihak yang dirugikan sehingga komitmen iklim investasi jangka panjang tidak terganggu," ungkapnya.
Selanjutnya: Begini tanggapan ADRO soal PP Cipta Kerja beri royalti 0% untuk hilirisasi batubara
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News