Sumber: Kontan | Editor: Test Test
JAKARTA. Sikut-sikutan di pasar ekspor minyak atsiri semakin sengit. Sejak tahun 2003, Indonesia harus berebut dengan India maupun China untuk memasok minyak atsiri di sejumlah pasar utama seperti Singapura, Amerika Serikat (AS), dan Eropa. Alhasil, kendati volume ekspor minyak atsiri tahun 2009 lalu naik 5%, nilai ekspornya menyusut 38,3% dari tahun 2008.
Namun, untuk tahun 2010 ini, Ketua Asosisi Minyak Atsiri Indonesia Togar Manurung optimistis, ekspor minyak atsiri akan berangsur membaik seiring dengan perbaikan harga di pasar dunia. Apalagi, Kementerian Perdagangan (Kemendag) menilai bahwa minyak atsiri merupakan produk yang memiliki potensi ekspor yang besar tahun ini.
Untuk menggenjot kinerja ekspor dan agar memiliki daya saing yang tinggi, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Diah Maulida menyarankan agar petani dan penyuling minyak atsiri segera meningkatkan standar mutu produknya. "Prospek bagus untuk minyak atsiri yang berkualitas yang baik," kata Diah di Jakarta, Kamis (18/3).
Kualitas tersebut menjadi perhatian Kemendag lantaran proses pengolahan tanaman atsiri masih dilakukan dengan peralatan tradisional. Ini membuat kualitas produk turun. Untuk menyokong pengembangan produksi minyak atsiri dalam negeri dan menggenjot ekspor, para pengusaha perlu memanfaatkan teknologi penyulingan yang lebih modern.
Nah, saat ini, Kemendag tengah melakukan sosialisasi sambil memberikan peralatan penyulingan kepada pengusaha penyuling atsiri di beberapa daerah. Di antaranya, Sari Jaya di desa Kisik Krea, Banjar Arum, Kali Bawang, Kulon Progo dan juga di kelompok usaha bersama (KUB) di Garut. Namun, selain itu, “Kalau mau meningkatkan ekspor atsiri harus bisa menambah dana penelitian setidaknya Rp 500 juta,” jelas Togar.
Di pasar Singapura, pada periode 2003-2008, penjualan minyak atsiri dari Indonesia tumbuh 22% per tahun. Meskipun sudah cukup besar, angka tersebut masih kalah besar bila dibanding dengan produk India yang membukukan pertumbuhan sebesar 37% per tahun. Sementara itu, China berkejaran dengan Indonesia yang menorehkan pertumbuhan ekspor 22% per tahun.
Hanya saja, pangsa pasar minyak atsiri Indonesia di Singapura pada periode yang sama masih menduduki peringkat pertama dengan penguasaan pasar sebesar 35%. Bandingkan India dan China yang masih tertinggal jauh di belakang dengan pasar masing-masing 23% dan 11%.
Namun, India menjadi ancaman serius. “Produksi India naik sehingga menjadi kompetitor Indonesia,” kata Yayan Sudaryana, Kasubdit Aneka Hasil Pertanian dan Olahan, Direktorat Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan, Kementerian Perdagangan, Kamis (18/3).
Ancaman tersebut bukan main-main. Soalnya, pertumbuhan ekspor minyak atsiri dari Indonesia ke AS hanya 13% atau separo dari pertumbuhan ekspor minyak atsiri dari India ke negara adidaya tersebut yang mencapai 28%. Bahkan, India menguasai pangsa pasar minyak atsiri di pasar global sebesar 21%, sedangkan Indonesia harus puas dengan pangsa pasar 6% dari total nilai pasar US$ 465 juta.
Di negeri Belanda, minyak atsiri Indonesia berkibar dengan dengan pertumbuhan pasar 95,9% per tahun dan penguasaan pasar 14,7% dari total nilai pasar US$ 57 juta. Indonesia hanya ketinggalan dari penguasaan AS di Negeri Kincir Angin tersebut yang merengkuh pasar sebesar 17,4%.
Sementara, pertumbuhan ekspor minyak atsiri Indonesia ke Prancis meningkat 20,9% per tahun dan mengalahkan India yang hanya tumbuh 15%. Namun soal penguasaan pasar di Prancis ini, India mengungguli Indonesia dengan menguasai 7,8% dari total nilai pasar US$ 201 juta. Sedangkan Indonesia hanya menguasai pasar 7,1%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News