Reporter: Herlina KD |
JAKARTA. Maraknya peredaran gula rafinasi di pasaran bebas membuat para pelaku usaha gula kristal putih menjadi resah. Pasalnya, peredaran gula rafinasi membuat harga gula kristal putih alias gula lokal melorot. Makanya, para pelaku usaha gula nasional meminta pemerintah segera melakukan audit gula rafinasi.
Wakil Sekretaris Jenderal Ikatan Ahli Gula Indonesia (IKAGI), Adig Suwandi mengatakan rencana Kementerian Perdagangan untuk melakukan audit distribusi gula rafinasi harus segera dilakukan. Pasalnya, "Ada kecenderungan pabrikan gula rafinasi terlalu bersemangat dalam berproduksi sehingga ketika pasar industri terbatas, sebagian produk merembes ke pasar eceran yang selama ini menjadi domain gula lokal berbasis tebu yang proses produksinya melibatkan petani," ujarnya Minggu (26/6).
Ia menambahkan, audit yang dilakukan sebaiknya tidak hanya bertujuan untuk memastikan perusahaan gula rafinasi yang terbukti melakukan pelanggaran distribusi dan pemasaran. Tapi juga memastikan kebutuhan gula mentah sebagai bahan baku industri gula rafinasi ke depan bisa lebih transparan dan mengacu pada kebutuhan riil penggunanya.
Produksi berlebih
Selama ini kebutuhan gula rafinasi untuk industri makanan dan minuman diperkirakan sekitar 2,2 juta ton, lebih rendah dari produksi gula rafinasi nasional yang sebesar 2,4 juta ton.
"Produksi cenderung berlebih dan bahkan diproyeksikan mendekati 2,4 juta ton, tentu akan sangat mengganggu pemasaran gula lokal di masa giling. Apalagi terdapat 600.000-700.000 ton pasar untuk kegiatan pengolahan pangan dari usaha mikro, kecil dan rumah tangga yang selama ini diklaim gula rafinasi sebagai teritorialnya, padahal kenyataan di lapangan kelompok ini lebih banyak menggunakan gula lokal," kata Adig.
Melihat hal ini, IKAGI juga meminta agar pemerintah mencabut fasilitas keringanan bea masuk impor raw sugar bagi para produsen gula rafinasi. Selama ini pemerintah memberikan keringanan bea masuk sekitar 0% - 5% kepada pabrik gula rafinasi selama 4 tahun sejak pembangunannya. Fasilitas ini bisa diperpanjang selama 4 tahun lagi apabila pabrik yang bersangkutan melakukan ekspansi kapasitas produksi.
Awalnya, pemberian insentif ini memang digunakan untuk merangsang investor untuk investasi di sektor gula rafinasi. "Sebaiknya fasilitas demikian dihentikan dan digantikan kemudahan mendapatkan lahan untuk pembangunan kebun tebu," kata Adig.
Beberapa waktu lalu Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu menjelaskan, saat ini pihaknya telah mulai melakukan audit distribusi gula rafinasi. "Kita juga sudah memberikan sanksi kepada perusahaan yang melanggar," katanya pekan lalu.
Direktur Pengawasan Barang Beredar dan Jasa Kementerian Perdagangan Inayat Iman mengatakan, audit distribusi gula rafinasi telah dilakukan sejak awal Juni lalu. Rencananya, audit distribusi gula rafinasi ini akan dilakukan selama dua bulan. Sehingga, "Agustus nanti mudah-mudahan hasilnya bisa dilihat," katanya.
Akibat beredarnya gula rafinasi di pasaran, harga tender gula di tingkat petani dua pekan lalu sempat melorot ke posisi Rp 7.125 - R 7.200 per kg. Harga ini hanya sedikit diatas HPP gula yang ditetapkan sebesar Rp 7.000 per kg. Tapi, Adig bilang saat ini harga lelang gula di tingkat petani sudah berangsur naik menjadi sekitar Rp 8.050 - Rp 8.215 per kg. "Sebagian eskalasi harga ini dipicu olehmulai berkurangnya stok dari hasil giling 2010, dan harga dunia untuk pengapalan Agustus 2010 yang masih berkisar US$ 733 -US$ 739 per ton," jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News