Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dituntut untuk transparan soal sumber dana dan donatur mereka. Baik itu dari dalam negeri maupun dari luar negeri.
Hal ini juga sejalan dengan keputusan Komisi Informasi Publik (KIP) yang meminta Greenpeace Indonesia untuk melakukan keterbukaan informasi (transparansi) terkait sumber dana dari masyarakat dalam dan luar negeri, perjanjian dengan pihak donor serta sejumlah informasi lain.
Guru besar IPB Budi Mulyanto mengatakan, sebagai LSM yang beroperasi di Indonesia, Greenpeace Indonesia harus patuh mengikuti peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia. Hal ini karena keputusan KIP merupakan produk hukum yang harus dipatuhi untuk dilaksanakan.
Mulyanto menuturkan, melaksanakan keterbukaan informasi publik sesuai dengan undang-undang akan berdampak positif bagi Greenpeace itu sendiri dan mampu meningkatkan kepercayaan publik (public trust).
Baca Juga: Pemulangan Buron 13 Tahun Pembalakan Liar Adelin Lis, Terkendala Otoritas Singapura
Ia melanjutkan, tidak hanya Greenpeace, seluruh LSM yang ada di Indonesia harus melakukan keterbukaan informasi sesuai dengan Undang-Undang 14 tahun 2008. Hal ini penting untuk meningkatkan kepercayaan publik terhadap kinerja LSM di Indonesia.
“Tidak hanya Greenpeace, seharusnya keterbukaan informasi menyangkut sumber pendanaan, perjanjian dengan pihak donor serta sejumlah informasi lain yang patut diketahui publik harus dilakukan terhadap semua LSM di Indonesia untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat,” katanya.
Sebelumnya, KIP meminta Greenpeace Indonesia transparan soal sumber dana dan donatur. keputusan itu diambil dalam rapat permusyawaratan majelis komisioner yang diketuai, Gede Narayana merangkap anggota, Wafa Patria Umma dan Hendra masing-masing sebagai anggota pada hari Kamis 2 April 2021 dan diucapkan dalam sidang dalam siding terbuka untuk umum pada hari Senin 24 Mei 2021.
Keputusan itu ditetapkan setelah KIP menerima, memeriksa dan memutus sengketa informasi publik Nomor register :012/VI/KIP-PS-A/2020 yang diajukan oleh Perkumpulan Lembaga Kajian Hukum dan Agraria .
Baca Juga: Pakai data lama terkait kebakaran hutan, LSM lingkungan bisa dipidana
Perkumpulan Lembaga Kajian Hukum dan Agraria telah mengajukan permohonan informasi publik kepada KIP pada 15 Juni 2020, setelah pihaknya merasa kesulitan untuk mengakses data-data yang seharusnya bisa menjadi domain publik, namun ditolak oleh Greenpeace Indonesia.
Tujuan Perkumpulan Lembaga Kajian Hukum dan Agraria meminta sejumlah data yang dianggap menjadi domain publik untuk kepentingan penelitian tentang akuntabilitas dan dampak organisasi non pemerintah lingkungan terhadap pengelolaan lingkungan di Indonesia.
Dalam putusannya, KIP meminta Greenpeace Indonesia untuk membuka sejumlah laporan publik terkait akta pendirian dan perubahan terakhir perkumpulan Greenpeace Indonesia, laporan sumber daya dari masyarakat dalam dan luar negeri mulai tahun 2015-2019 dan perjanjian dengan pihak donor tahun 2015-2019.
Kewajiban lain yang harus dibuka Greenpeace Indonesia menyangkut realisasi penggunaan anggaran tahun 2015-2019 serta realiasi kegiatan tahun 2015-2019.
Selanjutnya: Penghargaan untuk entrepreneur muda yang sukses terjun di bisnis perkebunan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News