Reporter: Dimas Andi | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat, realisasi kapasitas pembangkit listrik energi baru terbarukan (EBT) hingga akhir 2020 mencapai 10.467 megawatt (MW). Tren kenaikan kapasitas pembangkit EBT pun masih terus berlanjut mengingat di tahun 2019 lalu realisasi kapasitas yang terpasang sebesar 10.291 MW.
Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan, tambahan kapasitas pembangkit listrik EBT di tahun 2020 berasal dari sejumlah proyek. Di antaranya Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Poso berkapasitas 66 MW, Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBm) Merauke berkapasitas 3,5 MW, Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM) Sion berkapasitas 12,1 MW, dan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap berkapasitas 13,4 MW.
Jika dirinci, realisasi pembangkit listrik EBT di Indonesia sampai 2020 terdiri atas pembangkit bertenaga air sebesar 6.121 MW, pembangkit panas bumi sebesar 2.130,7 MW, pembangkit bioenergi sebesar 1.903,5 MW, pembangkit tenaga surya sebesar 153,5 MWp, pembangkit tenaga bayu sebesar 154,3 MW, dan pembangkit tenaga hybrid sebesar 3,6 MW.
Di tahun 2021 nanti, pemerintah menargetkan kapasitas pembangkit EBT dapat kembali meningkat menjadi 12.009 MW.
Salah satu proyek strategis yang dapat meningkatkan kapasitas pembangkit EBT di masa mendatang adalah proyek PLTS Terapung Cirata yang berkapasitas 145 MW. Proyek ini sudah dimulai pada Desember 2020 lalu oleh PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB) yang bekerja sama dengan Masdar asal Uni Emirat Arab. PLTS Terapung Cirata kelak akan menjadi PLTS Terapung terbesar di Asia Tenggara.
Baca Juga: Simak pandangan Asosiasi Energi Surya dan Panas Bumi terkait RUPTL 2020-2029
Selain itu, pemerintah juga terus mendorong konversi pembangkit listrik berbasis BBM menjadi gas bumi atau EBT. Pembangunan PLTS Atap dan Cold Storage juga dilakukan untuk menunjang sektor industri dan pertanian.
“Pemerintah juga mengupayakan pembangunan Penerang Jalan Umum (PJU) tenaga surya sebanyak 22.000 unit, revitalisasi pembangkit EBT, dan membangun PLTS di lingkungan kementerian dan lembaga,” ungkap Arifin dalam konferensi pers virtual, Kamis (7/1).
Dia menyebut, pada dasarnya pemerintah berupaya memaksimalkan segala sumber energi yang ada di dalam negeri, termasuk EBT. Indonesia pun kaya akan sumber energi terbarukan, seperti panas bumi, air, angin, surya, dan lain-lain.
“Pemerintah tetap berupaya mencapai target bauran 23% EBT di 2025 demi memenuhi komitmen Paris Agreement yang mana kadar emisi karbon harus diturunkan,” ujar dia.
Pemerintah juga memperhatikan aspek keekonomian dalam pemanfaatan EBT. Saat ini, pembangkit-pembangkit EBT pun sudah semakin kompetitif dari segi tarif listrik, salah satunya PLTS yang tarifnya kini cenderung lebih rendah dibandingkan pembangkit berbasis energi fosil.
Lantas, jika tarif listrik EBT sudah kompetitif, maka industri juga akan kompetitif. Jika itu terjadi, maka investasi akan semakin berkembang dan penyerapan tenaga kerja akan meningkat di masa mendatang.
Selanjutnya: Porsi batubara di RUPTL 2020-2029 naik, transisi energi bakal sulit terlaksana
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News