Reporter: Pratama Guitarra | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Pemerintah akhirnya menuntaskan perubahan Peraturan Pemerintah (PP) No 79/2010. PP yang mengatur tentang biaya pengembalian usaha (cost recovery) dan pajak hulu migas ini, hanya berlaku bagi kontrak migas baru yang ditandatangani setelah revisi beleid tersebut ditandatangani presiden.
Ignasius Jonan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengungkapkan keputusan tersebut untuk menghormati keberadaan kontrak yang telah berjalan sebelum PP No 79/2010 direvisi ataupun sebelum berlaku. "Jadi, kalau kontrak yang lama itu menyebutkan apa, ya sudah, kita ikut saja dan sebagainya," tandas Jonan, di Kantor Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, pada Kamis (22/12).
Sejumlah pelaku usaha menilai draf revisi PP No 79/2010 yang diajukan Kementerian ESDM dan Kementerian Keuangan tersebut bukan merupakan insentif. Justru sebaliknya, perubahan tersebut sebagai disinsentif.
Sebab, pembebasan pajak pada masa eksplorasi hanya menyasar pajak-pajak pusat. Misalnya pungutan PPN impor, bea masuk, PPN dalam negeri serta Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Sementara pajak lain, seperti yang diberlakukan daerah atau lokasi ladang minyak yang dikelola tetap menjadi tanggung jawab kontraktor kontrak kerjasama (KKKS).
Menurutnya, prinsip membebaskan kontraktor dari berbagai macam pungutan dan pajak (assume and discharge) yang selama ini diminta oleh para kontraktor migas agar masuk dalam revisi PP No 79/2010, tak memiliki dasar. Sebab, Undang-Undang No 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi (Migas) tidak mencantumkannya.
Karena itulah dibentuk BP Migas, yang saat ini menjadi SKK Migas. "Makanya, ada SKK Migas dan sebagainya itu," tandas Jonan.
Menurut mantan Menteri Perhubungan itu, pemerintah berharap para pelaku usaha bisa meningkatkan investasi mereka untuk kegiatan eksplorasi dan eksploitasi ke depan, revisi beleid ini. Sehingga ditemukan cadangan migas baru, untuk menambal cadangan yang terus menipis. "Amandeman PP 79 itu supaya ada peraturan terkait insentif untuk kontraktor agar berminat melakukan eksplorasi. Seperti penemuan ladang-ladang minyak, gas baru dan sebagainya," tegasnya.
Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM I Gusti Nyoman Wiratmaja Puja menegaskan, keputusan pemerintah ini untuk menghormati kontrak migas yang telah ditandatangani yang sudah berlandaskan hukum pasti. Karena itu, revisi beleid terbaru hanya menyasar kontrak-kontrak baru nanti. Proses finalisasi ditargetkan rampung sebelum tahun 2017.
"Akhir tahun ini naik ke Menko Perekonomian, terus ke Kementerian Sekretariat Negara. Dalam seminggu kedepan kita finalisasi," ujarnya.
Sementara, Direktur Indonesia Petroleum Association Sammy Hamzah sebelumnya meminta prinsip assume and discharge mestinya bisa masuk dalam PP 79/2010. Sayang, sampai harian ini naik cetak, Sammy tidak menjawab panggilan telepon dan pesan singkat KONTAN, terkait sudah diputuskannya revisi PP No 79/2010 tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News