kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Akibat kebijakan transshipment, ikan sulit dijual


Jumat, 16 Januari 2015 / 11:50 WIB
Akibat kebijakan transshipment, ikan sulit dijual
ILUSTRASI. Presiden China Xi Jinping. Tak Pernah Jadi Negara Kaya, Masa Depan Ekonomi China Diproyeksi Melambat


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Sejak diberlakukannya peraturan Menteri Nomor 57 Tahun 2014 tentang penghentian bongkar muat di tengah laut atawa transshipment, sejumlah kapal milik perusahaan perikanan lokal berhenti beroperasi karena Direktorat Jenderal Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan (PSKP) tidak menerbitkan Surat Layak Operasi (SLO).

Ketua Asosiasi Budidaya Laut Indonesia (Abilindo) Wajan Sudja mengatakan sejak kebijakan moratorium ini, para anggotanya tidak dapat menjual ikan lagi, karena tidak ada kapal pengangkut. Saat ini sudah ada 500 ton ikan yang tidak bisa dijual dan diperkirakan jumlah itu akan meningkat menjadi 790 ton ikan bulan depan. "Setiap bulan bertambah 290 ton," ujarnya kepada KONTAN, Jumat (16/1).

Ia menghitung setiap tahun, Abilindo menghasilkan 4.600 ton untuk diekspor melalui udara dan laut. Dimana produksi ikan itu menghasilkan US$ 45 juta yang semuanya diekspor melalui pabean-bea cukai. Sejauh ini, biaya produksi ini 100% berasal dari dalam negeri, dan memberikan pemasukan bagi devisi negara.

Penjualan ekspor lewat laut sebanyak 3.500 ton dan lewat udara 1.100 ton. Sentra budidaya ikan Abilindo berada di Maluku Selatan, Maluku Utara, Sulawesi, Nusa Tenggara, Bali, Jawa Timur, Lampung, Kepulauan Riaua, Natuna, Anambas dan tersebar di beberapa pulau di Sumatera. 

Hal senada juga diungkapkan pelaku usaha perikanan asal Kota Bitung, Sulawesi Utara bernama Abrizal Ang. Ia mengatakan memiliki 20 kapal ikan yang beratnya di bawah 100 ton. Sejak kebijakan moratorium transshipment diberlakukan, semua kapal itu tidak dapat berlayar lagi karena PSKP tidak mengeluarkan SLO. Maka roda perputaran usaha perikanannya pun sudah di ujung tanduk. 

"Kebijakan menteri KKP yang baru ini membuat bangkrut usaha kami, padahal semua operasional kami, termasuk penjualan dan awak kapal 100% asal Indonesia dan hasilnya dijual di Indonesia. Kami tidak pernah ekspor apalagi menjual ikan ke kapal asing di tengah laut," bebernya.

Abrizal yang juga Asosiasi Kapal Perikanan Nasional (AKPN) meminta KKP meninjau ulang kebijakan moratorium tersebut. Ia meminta agar pemerintah tidak memukul rata antara pelaku usaha perikanan nasional dengan pencuri ikan dari negara lain. Ia mendorong agar aturan itu diberlakukan bagi perusahaan yang terbukti nakal dan melanggar aturan saja.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×