kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Akselerasi Industri Antara untuk Serap Produk Smelter Urgen Dilakukan


Senin, 20 Desember 2021 / 18:18 WIB
Akselerasi Industri Antara untuk Serap Produk Smelter Urgen Dilakukan


Reporter: Filemon Agung | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah dinilai perlu segera mendorong akselerasi industri antara untuk menyerap produk olahan smelter.

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal mengungkapkan, masih banyak produk olahan smelter yang akhirnya diekspor karena industri antara di dalam negeri masih sedikit. "Industri antara dibangun dulu karena suplainya sebetulnya masih banyak hanya saja terserap keluar," kata Faisal kepada Kontan, Senin (20/12).

Faisal melanjutkan, maraknya investasi pada industri smelter pun awalnya dikarenakan ada kebutuhan bahan baku yang besar dari pasar luar negeri. Ia mencontohkan, banyak investor dari China yang membangun smelter di Indonesia untuk kemudian dikirimkan kembali ke China.

Padahal, ada lebih banyak nilai plus jika pemanfaatan diarahkan untuk dalam negeri. Untuk itu, menurutnya akselerasi industri antara cukup mendesak untuk dilakukan khususnya untuk komoditas nikel. "Sangat urgen karena nikel ini kan non renewable, jadi kalau makin lama keburu habis disedot untuk dimanfaatkan industri di luar negeri," ungkap Faisal.

Faisal melanjutkan, diperlukan insentif dan pengenaan disinsentif dari pemerintah demi memuluskan rencana ini. Insentif dan disinsentif ini diperlukan bagi industri smelter agar mau memasarkan produknya di Indonesia. Kemudian perlakuan serupa pun diperlukan untuk mendorong minat investor agar mau berinvestasi membangun industri antara.

Baca Juga: Ini emiten tambang yang bakal diuntungkan dari beleid energi terbarukan

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pengolahan dan Pemurnian Indonesia (AP3I) Prihadi Santoso mengungkapkan, saat ini serapan pasar domestik untuk produk yang dihasilkan smelter masih rendah. "Kondisi pasar domestik menyerap produk olahan mineral masih rendah karena saat ini industri antara yang ada sangat sedikit sekali," ungkap Prihadi kepada Kontan, Jumat (17/12).

Prihadi menjelaskan, sebagai contoh untuk produk olahan nikel memiliki potensi serapan yang tinggi jika pabrik baterai mulai terbangun. Kondisi saat ini sendiri serapannya masih tergolong sedikit yakni oleh pabrik stainless steel di Morowali.

Sementara itu, untuk produk olahan tembaga, serapannya hanya sekitar sepertiga dari total yang diproduksi. "Karena adanya perbedaan sistem pembayaran dan kurangnya pendanaan di industri dalam negeri," imbuh Prihadi. Prihadi melanjutkan, perlu ada kebijakan dari pemerintah yang bisa menarik investor-investor luar negeri agar tertarik mendirikan pabrik di Indonesia.

Dalam proses tersebut, Prihadi menyarankan agar dilakukan kajian yang baik sehingga tidak muncul kebijakan baru yang justru menghambat investasi hilir yang sedang berjalan. "(Juga) kemudahan berinvestasi di dalam negeri dan insentif dari pemerintah, (adanya) kemudahan dalam akses pendanaan, energi murah hingga teknologi yang tepat," jelas Prihadi.




TERBARU

[X]
×