Reporter: Tane Hadiyantono | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Eksploitasi alam berupa ekspor terumbu karang diharapkan dapat segera dihentikan. Pasalnya, terumbu karang menjadi ekosistem dasar perikanan dan kelautan.
Sekretaris Umum Pandu Laut Nusantara, Prita Laura mengatakan, laut adalah masa depan bangsa Indonesia.
"Perilaku ekstraktif yang exploitatif sudah seharusnya ditinggalkan dan diganti dengan cara-cara yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan. Pengambilan terumbu karang untuk hiasan adalah cara-cara eksploitatif dan ekstraktif yang hanya menghancurkan masa depan laut Indonesia," jelasnya dalam keterangan resmi, Kamis (18/10).
Apalagi pada Undang-Undang (UU) 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup harus menjadi acuan utama untuk menghentikan ekspor terumbu karang.
Eksploitasi karang di alam mengancam penghidupan lebih dari 2,2 juta nelayan dan lebih dari 250 ribu pekerja pada hampir 20 ribu unit pengolahan ikan yang menggantungkan usahanya pada sektor perikanan tangkap.
Kerusakan terumbu karang juga berdampak langsung terhadap penurunan hasil tangkapan ikan. Eksploitasi terumbu karang juga berdampak negatif bagi pariwisata bahari yang menargetkan pembukaan potensi 11 juta lapangan pekerjaan.
Manfaat yang didapatkan untuk menjaga terumbu karang tetap pada habitatnya lebih besar dibandingkan harus melanjutkan praktik ekspor terumbu karang yang tidak berkelanjutan.
Nilai ekonomi terumbu karang di alam pada regional Asia Tenggara, termasuk Indonesia, dapat mencapai US$ 270,000/ km2 / tahun yang dihitung dari kontribusi terumbu karang terhadap perikanan, penahan gelombang untuk melindungi garis pantai, pariwisata dan nilai estetika lingkungan.
Penelitian LIPI tahun 2017 menunjukkan bahwa 70,21% terumbu karang di Indonesia mempunyai persentase tutupan <50%. Penelitian Global Coral Reef Monitoring Network (2008) bahkan menunjukkan bahwa 55% karang di dunia telah hilang atau rusak.
Klaim dari eksportir terumbu karang, bisnis ini mendatangkan devisa sekitar US$ 5-15 juta per tahun. Nilai tersebut tidak sebanding dengan kerusakan ekosistem yang berdampak negatif bagi bidang perikanan dengan devisa lebih dari US$ 4 miliar per tahun dan industri pariwisata bahari lebih dari US$ 100 juta per tahun.
Pemerintah harus terlebih yakin bahwa kita mampu melakukan pengawasan menyeluruh terhadap kegiatan ekspor terumbu karang, termasuk hasil transplantasi yang bibitnya berasal dari alam.
Terdapat indikasi bahwa unit budidaya digunakan sebagai unit pengubahan status karang yang diambil dari alam menjadi hasil budidaya. Dominasi karang yang diekspor berasal dari jenis dengan laju pertumbuhan lambat.
Aktivis Pandu Laut Nusantara, Kaka Slank menyampaikan terumbu karang Indonesia sudah sepantasnya dijaga.
"Ini adalah salah satu masa depan kita. Kalau terumbu karang kita bisa kita jual untuk orang liatin saat berwisata kenapa harus dicabutin hanya untuk hiasan di aquarium. Saya secara tegas menentang eksploitasi terumbu karang Indonesia," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News