Reporter: Barly Haliem, Emir Yanwardhana, Pratama Guitarra | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Protes mati listrik di Jabodetabek terus menguar belakangan. Selain merugikan, listrik mati juga mengganggu aktivitas warga.
Sumber KONTAN di PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) mencatat, frekuensi pemadaman listrik parsial sepanjang Desember 2015 ini mencapai lebih dari 40 kali. Catatan ini sama dengan rekam jejak yang terjadi dalam enam bulan pertama 2015.
Pangkal persoalan mati listrik, kata sumber yang sama, lantaran gardu-gardu induk PLN kelebihan pasokan listrik. Hal ini terjadi karena permintaan dari industri anjlok. Banyak industri di Jabodetabek gulung tikar lantaran tak mampu menghadapi gejolak rupiah, turunnya daya beli serta kenaikan upah karyawan. "Banyak perusahaan gulung tikar, " ujar dia.
Efeknya, pasokan listrik berlebih. Hitungannya: jika satu perusahaan kelas kecil rata-rata menyerap 1 megawatt (MW) dan perusahaan menengah sekitar 3 MW. Perkiraan dia, kini kelebihan pasokan hingga 60 MW.
Celakanya, di tengah pasokan yang luber, permintaan justru dalam tren turun lantaran banyak perusahaan mengerem ekspansi. Pasokan setrum yang berlebih itu pula yang membuat trafo di gardu induk bermasalah lantaran tak kuat menampung beban. Dampaknya, banyak trafo di gardu induk yang terbakar.
Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir menampik adanya kelebihan pasokan akibat kurangnya permintaan industri di Jabodetabek. "Yang pasti, ada kendala di gardu induk," tandas Sofyan kepada KONTAN, Kamis (10/12)
Persoalannya, transmisi listrik itu hanya bisa diperbaiki dalam jangka waktu yang panjang. Perbaikan infrastruktur listrik hingga kini belum tuntas. "Jadi memang pekerjaan rumah lama karena ada masalah infrastruktur seperti kebutuhan transmisi dan gardu induk," jelas Sofyan.
Untuk gardu induk semisal, PLN semisal membutuhkan penambahan trafo. Agar listrik bisa normal, PLN membutuhkan pembangunan 61 gardu induk di pusat kota. "Ini membutuhkan waktu karena harus membebaskan lahan milik masyarakat," ujarnya.
Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Umum DKI Jakarta Sarman Simanjorang menyatakan belum mendapat laporan baru adanya penutupan usaha di Jakarta. Namun, "Ada desas-desus 10 perusahaan di Kawasan Berikat Nusantara mau tutup sementara karena ekonomi lambat, buruh tuntut kenaikan upah tinggi," ujarnya. Walhasil, kondisi ini memberatkan pengusaha.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News