kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.928.000   2.000   0,10%
  • USD/IDR 16.520   -20,00   -0,12%
  • IDX 6.833   5,05   0,07%
  • KOMPAS100 987   -1,19   -0,12%
  • LQ45 765   1,61   0,21%
  • ISSI 218   -0,33   -0,15%
  • IDX30 397   1,17   0,30%
  • IDXHIDIV20 467   0,48   0,10%
  • IDX80 112   0,13   0,12%
  • IDXV30 114   0,08   0,07%
  • IDXQ30 129   0,38   0,29%

Pengusaha Hiburan Menilai Larangan Rokok Berpotensi Picu PHK dan Penurunan Omzet


Sabtu, 10 Mei 2025 / 11:20 WIB
Pengusaha Hiburan Menilai Larangan Rokok Berpotensi Picu PHK dan Penurunan Omzet
ILUSTRASI. Pengusaha yang juga Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) dan Ketua Umum Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Hariyadi Sukamdani


Reporter: Leni Wandira | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana DPRD DKI Jakarta yang tengah membahas Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR) menuai kekhawatiran dari pelaku usaha. Terutama usulan larangan total aktivitas merokok di tempat hiburan malam, yang dinilai bisa memukul kelangsungan bisnis hingga memicu pemutusan hubungan kerja (PHK).

Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Hariyadi Sukamdani, menilai wacana larangan tersebut tidak realistis. Ia menyebut, konsumen utama tempat hiburan malam justru banyak berasal dari kalangan perokok. "Ini sama saja dengan membubarkan semua tempat hiburan malam," ujar Hariyadi dalam keterangannya, Jumat (9/5).

Ia menambahkan, larangan ini datang di saat pelaku usaha hiburan masih berjuang menghadapi dampak kebijakan pajak hiburan sebesar 40% yang mulai berlaku awal tahun ini. “Pelarangan total merokok itu akan semakin mematikan usaha. Ujungnya ya PHK,” kata Hariyadi.

Baca Juga: Tingkat Okupansi Hotel Saat Lebaran Turun Drastis, Begini Kata PHRI

PHRI, lanjut dia, mengaku belum pernah diajak berdiskusi dalam penyusunan Ranperda KTR. Padahal, sektor hiburan dan pariwisata termasuk yang paling terdampak jika larangan ini diberlakukan. “Saya belum pernah dengar PHRI dilibatkan. Pelaku usaha ini harusnya diajak bicara. Jangan sampai aturannya hanya dari sudut pandang satu pihak saja,” tegas Hariyadi yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI).

Menurut Hariyadi, tempat hiburan malam menjadi sektor usaha yang menyerap tenaga kerja cukup besar dengan pola kerja yang fleksibel. Ia khawatir, aturan sepihak yang tidak mempertimbangkan dampaknya bisa berujung pada gelombang PHK dan kerugian ekonomi.

"Jangan sampai karena usahanya sulit bertahan, ujung-ujungnya malah main mata sama petugas di lapangan. Itu risiko nyata kalau peraturan dipaksakan tanpa solusi," ujarnya.

Baca Juga: PHRI: Okupansi Hotel Lebaran 2025 Lebih Rendah Dibanding Tahun Lalu

Ia berharap DPRD DKI Jakarta dapat berpikir jernih dan objektif. Merokok, kata dia, adalah aktivitas legal dan merupakan pilihan individu dewasa, apalagi di ruang privat seperti tempat hiburan malam. “Kalau dilarang total, lalu apa alternatifnya? Apakah sudah siap dengan solusi untuk ribuan pekerja yang terancam kehilangan nafkah?” tegas Hariyadi.

“Lapangan pekerjaan sekarang sulit. Jangan sampai aturan dibuat justru mematikan sektor usaha. Kalau pariwisata dan hiburan mau berkembang, aturan juga harus realistis dan adil,” tutupnya.

Selanjutnya: Panduan Cara Urus KTP Rusak atau Hilang, Catat Syarat Dokumennya

Menarik Dibaca: Wajib Coba 5 Bakso Legendaris Paling Enak di Malang, Ada Bakso Bakar

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Cara Praktis Menyusun Sustainability Report dengan GRI Standards Strive

[X]
×