Reporter: Dikky Setiawan | Editor: Dikky Setiawan
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengkritisi kinerja Kementerian Pertanian (Kementan) yang kerap menyuguhkan data tidak seusai dengan kondisi riil di lapangan. Salah satunya terkait harga telur dan daging ayam yang melambung tinggi di pasaran.
Data yang dirilis Kementerian yang dipimpin Amran Sulaiman soal pasokan ayam dan telur itu, dinilai kerap tidak sesuai fakta di lapangan. “Kementan sering mengatakan barang-barangnya ada dan cukup, namun faktanya harga di masyarakat tinggi. Ini kan berarti ada masalah,” ujar Zainut Tauhid Saadi, anggota DPR Komisi IV dari Fraksi PPP, Kamis (26/7).
Menurut Zainut, Komisi IV DPR membutuhkan penjelasan konkret dari Kementan terkait persoalan data pangan. Namun, hal terpenting yang perlu dilakukan Kementan saat ini adalah mencari solusi mengatasi masalah tersebut.
Jika Kementan tidak siap, impor menjadi pilihan terakhir. Namun, jika memang nantinya harus impor, imbasnya pasti akan merugikan para peternak. "Kementan harus bertanggung jawab, memberikan data yang sebenarnya untuk kepastian apakah barang (telur dan daging ayam) itu ada atau tidak,” kata Zainut.
Dia juga mengingatkan, satuan tugas (satgas) pangan harus bekerja efektif untuk memastikan realitas di kondisi di lapangan dan cepat mengambil tindakan untuk mengatasi tingginya harga pangan.
“Hasil dari temuan yang dilakukan satgas itu harus dipublikasikan kepada masyarakat sehingga masyarakat juga tahu di mana letak sumbatannya,” ujar dia.
Senada, Wakil Ketua Komisi IV dari Fraksi Partai Demokrat, Viva Yoga Mauladi menyatakan, pihaknya akan memanggil Kementan untuk meminta penjelasan tak sekedar isu harga telur dan daging ayam yang tengah melambung tinggi, namun terkait isu pangan nasional.
Penjelasan Kementan, menurutnya, sangat diperlukan karena bertujuan untuk kebaikan kinerja kementerian itu sendiri, termasuk lemahnya koordinasi dengan kementerian-kementerian terkait seperti Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan Kementerian Perindustrian (Kemenperin).
Ketua Satgas Pangan Polri Inspektur Jenderal Polisi Setyo Wasisto menimpali, saat ini pihaknya masih melakukan penyelidikan, sehinga belum bisa memaparkan temuannya ke masyarakat.
Setyo mengakui, Satgas belum memeriksa pihak manapun yang diduga menjadi bagian dari permaslahan ini. "Belum ada yang kami mintai keterangan, karena sifatnya masih lidik (penyelidikan). Masih pengumpulan data," kata Setyo.
Afkir dini
Setyo pun tak bisa memastikan kapan temuan tersebut disampaikan ke masyarakat karena tim Satgas Pangan menurutnya tidak membuat target sampai kapan pihaknya bisa menyimpulkan temuan.
Sebaliknya, Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan I Ketut Diarmita, dalam pemberitaan, mengatakan kementan telah menyiapkan sejumlah solusi untuk mengatasi harga telur ayam yang mengalami kenaikan beberapa waktu terakhir.
Sebagai langkah awal, Kementan diminta segera melakukan penghitungan ulang prognosa kebutuhan telur dan ayam ras. Selanjutnya, pihaknya akan berkoordinasi dengan Kementerian Perdagangan. “Koordinasi dilakukan antara lain untuk mengkaji kembali harga acuan telur dan ayam ras tingkat produsen maupun konsumen,” ungkapnya.
Hanya saja, langkah Kementan ternyata tak secara signifikan berpengaruh pada penurunan harga telur. Ini dibuktikan dengan fakta harga telur yang belum menyentuh harga normal di sejumlah daerah.
Sejumlah distributor besar menyebutkan, kenaikan harga telur dipengaruhi oleh berbagai faktor. Pertama, adalah depresiasi rupiah yang mendongkrak harga pakan dan obat-obatan untuk unggas.
Faktor lainnya adalah larangan penggunaan Antibiotic Growth Promoter (AGP), adanya serangan penyakit serta kebijakan afkir dini yang dipandang menurunkan produksi telur.
Kementerian Pertanian menerapkan kebijakan afkir dini tahun lalu lewat Keputusan Menteri Pertanian nomor 3035/kpts/PK010/F/03/2017. Kebijakan ini bertujuan untuk menurunkan populasi ayam petelur.
Pasalnya, harga jual telur sempat turun di bawah harga pokok produksi, bahkan sempat menyentuh Rp14.000 per kilogram. Akibat turunnya populasi ayam yang berdampak pada menyusutnya produksi, harga pun terkerek.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News