Reporter: Handoyo | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Anomali cuaca yang terjadi mengakibatkan produktivitas teh menurun. Dia mencontohkan, bila pada saat normal produksi pucuk teh sekitar 350 kilogram (kg) per ha-400 kg per hektarte (ha) kini turun sekitar 20% akibat anomali cuaca tersebut.
Endang Sopari, Wakil Ketua Asosiasi Petani Teh Indonesia (Aptehindo) mengatakan, saat ini seharusnya sudah memasuki musim kemarau, tetapi kenyataanya masih turun hujan. Hujan yang turun dengan intensitas yang cukup tinggi tersebut mengakibatkan pertumbuhan pucuk daun teh menjadi terhambat. "Selain itu, hujan deras dan angin membuat pemertik teh kesulitan," ujar Endang, Senin (14/7).
Endang sendiri memproyeksikan, produksi teh secara nasional pada tahun ini relatif stabil dan tidak ada perubahan yang signifikan yakni dikisaran 119.000 ton-120.000 ton per tahun. Hal ini dikarenakan tidak ada program dari pemerintah untuk meningkatkan produksi teh dalam negeri.
Meski mengalami penyusutan produksi, namun harga pucuk teh tidak ada perubahan. Saat ini harga daun teh pucuk ditingkat petani dihargai Rp 2.200 per kg. "Tidak ada perbedaan signifikan bergerak disitu-situ saja," kata Endang.
Produksi teh dalam negeri yang cenderung stagnan mengakibatkan arus impor semakin meningkat. Pada tahun 2008 nilai impor teh Indonesia mmasih sekitar US$ 11,99 juta, namun lima tahun kemudian melambung impornya hingga 177,9% menjadi US$ 33,32 juta. Sementara itu, periode Januari-Desember 2013 nilai impor teh telah mencapai US$ 29,34 juta. Periode Januari-April 2014 tercatat sebanyak 4.953 ton, dengan nilai US$ 8,51 juta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News