kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

APBI: Ekspor batubara masih dominan lantaran serapan di dalam negeri belum signifikan


Kamis, 29 Oktober 2020 / 21:15 WIB
APBI: Ekspor batubara masih dominan lantaran serapan di dalam negeri belum signifikan


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyoroti soal tata kelola batubara dalam Rapat Terbatas Percepatan peningkatan nilai tambang batubara pada Jum'at (23/10). Jokowi menyoroti lambatnya hilirisasi batubara. Padahal, presiden ingin ekspor batubara sebagai komoditas mentah bisa segera dihentikan.

"Saya ingin agar dicarikan solusi untuk mengatasi kelambanan pengembangan industri turunan batubara ini. Karena kita sudah lama sekali, mengekspor batubara mentah, sehingga saya kira memang harus segera diakhiri," tegas Jokowi.

Jika merujuk pada Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), gertakan Jokowi tersebut semestinya tak hanya jadi angin lalu. Pasalnya, tak sampai tiga dekade ke depan, ekspor batubara Indonesia memang seharusnya sudah bisa dihentikan.

 Baca Juga: Dapat restu terbitkan obligasi US$ 750 juta, ini rencana Indika Energy (INDY)

Dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 22 Tahun 2017 tentang RUEN, disebutkan bahwa porsi ekspor batubara akan dikurangi secara bertahap. Dalam aturan yang ditandatangani Presiden Jokowi pada 2 Maret 2017 itu, ekspor batubara akan dihentikan paling lambat pada tahun 2046, saat kebutuhan domestik mencapai lebih dari 400 juta ton.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengatakan bahwa porsi ekspor masih sangat dominan, yakni mencapai 75% dari total batubara yang diproduksi secara nasional. 

Hendra bilang, ekspor batubara yang sangat dominan itu terjadi lantaran peningkatan serapan batubara dalam negeri belum tumbuh signifikan. Alhasil, APBI pun menunggu keputusan lebih lanjut dari pemerintah terkait kebijakan ekspor dan pemanfaatan batubara di dalam negeri.

"Kami serahkan ke pemerintah mengenai kebijakan apakah batubara akan digunakan seluruhnya dalam negeri atau masih bisa diekspor," kata Hendra kepada Kontan.co.id, Minggu (25/10).

Baca Juga: Bukit Asam (PTBA) semakin gencar garap proyek energi terbarukan

Yang jelas, Hendra mengungkapkan bahwa potensi permintaan ekspor batubara masih potensial hingga 3 dekade ke depan. Meski permintaan dari China dan India maupun di negara-negara Asia Timur diproyeksi berkurang secara bertahap, namun untuk negara-negara berkembang seperti di Asia Tenggara dan Asia Selatan dinilai masih menjanjikan.

"Kebutuhan batubara masih cukup signifikan dan dari segi geografis posisi Indonesia sangat diuntungkan untuk memasok ke wilayah-wilayah tersebut," sambung Hendra.

Sayangnya, pihak Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM masih belum memberikan tanggapan terkait dengan kebijakan hilirisasi maupun ekspor batubara.

Meski begitu, Staf Khusus Menteri ESDM bidang percepatan tata kelola minerba, Irwandy Arief menyampaikan bahwa porsi ekspor batubara Indonesia bisa berkurang meski belum signifikan. Kata dia, ekspor akan berhenti dengan sendirinya bila kebutuhan batubara untuk PLTU dan hilirisasi sudah dapat mencapai tingkat produksi nasional.

Namun terkait dengan penghentian ekspor, Irwandy mengatakan bahwa perkembangan pasar batubara juga mesti menjadi faktor yang dipertimbangkan. "Di RUEN diminta stop ekspor antara lain bila kebutuhan dalam negeri sudah mencapai 400 juta ton, atau stop ekspor di tahan 2046. Kami belum tahu karena perkembangan batubara sangat dinamis," sebut Irwandy.

Sementara itu, Ketua Indonesian Mining and Energy Forum Singgih Widagdo mengungkapkan, ekspor batubara yang terus dominan tak lepas dari ketidakmampuan pemerintah yang dalam hal ini Kementerian ESDM dalam mengendalikan tingkat produksi batubara nasional.

Baca Juga: Ingin distop Jokowi, bagaimana prospek ekspor batubara ke depan?

Singgih mengatakan, sejak 2015 total produksi batubara Indonesia telah melampaui batasan yang ada dalam RUEN. "Maksimal 400 juta ton (dalam RUEN), dan di tahun 2015 telah mencapai 461 juta ton. Jadi masalah yang terjadi adalah ketidakmampuan Pemerintah mengelola produksi nasional sejak awal," terang Singgih.

Lebih jauh, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan bahwa kenaikan tingkat volume produksi dan ekspor batubara juga terjadi karena pemerintah ingin meningkatkan pendapatan baik dari penerimaan pajak produksi, devisa ekspor maupun Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

"Dalam lima tahun terakhir produksi batubara ditargetkan naik terus karena hasil ekspor dipakai menambal defisit neraca transaksi berjalan. Pengusaha batubara juga aji mumpung meningkatkan ekspor," kata Fabby.

Oleh sebab itu, Fabby menekankan bahwa pemerintah dinilai perlu melakukan pemetaan ulang target produksi batubara. Menurutnya, penghentian ekspor batubara seharusnya bukan sekadar wacana.

Baca Juga: Respons Kementerian ESDM dan APBI terkait lambatnya hilirisasi batubara

Merujuk pada skenario International Energy Agency's (IEA) Net Zero Emission di World Energy Outlook (WEO) 2020, permintaan batubara untuk pembangkitan listrik akan turun 66% di kurun waktu 2019-2030. Alhasil, target RUEN untuk menghentikan ekspor batubara selambat-lambatnya tahun 2046 semestinya bukan isapan jempol belaka.

"Dengan kondisi sekarang bisa saja ekspor berhenti sebelum itu karena memang permintaan ekspor menurun drastis," sebut Fabby.

Pada pemberitaan Kontan.co.id sebelumnya diinformasikan bahwa dalam lima tahun terakhir, peningkatan produksi batubara selalu beriringan dengan lonjakan volume ekspor. Pada tahun 2015, volume ekspor batubara tercatat 367 juta ton dengan nilai sebesar US$ 16 miliar.

Pada 2016, volume ekspor batubara naik tipis menjadi 370 juta ton dengan nilai US$ 15 miliar. Setahun kemudian, volume ekspor emas hitam ini menanjak lagi menjadi 389 juta ton. Diikuti oleh tren kenaikan harga, nilai ekspor batubara tahun 2017 mencapai US$ 20 miliar.

Pada 2018, volume ekspor batubara dari Indonesia mencapai 429 juta ton dengan nilai US$ 24 miliar. Pada tahun lalu, volume ekspor sudah menyentuh 455 juta ton dengan nilai US$ 22 miliar.

Baca Juga: Jokowi ingin stop ekspor batubara mentah, begini realisasi ekspor lima tahun terakhir

Melihat data tersebut, dalam lima tahun terakhir, volume ekspor batubara konsisten mengalami peningkatan. Sedangkan untuk nilai ekspor, tergantung dari pergerakan harga batubara saat itu.

Adapun, proyeksi ekspor batubara pada tahun ini sebesar 395 juta ton. Mulai tahun depan, meski produksi batubara diproyeksikan meningkat, namun Kementerian ESDM menargetkan volume ekspor tak lagi meroket. 

Mulai tahun 2021 nanti, pemerintah menargetkan volume ekspor batubara bisa stagnan sebesar 441 juta ton, paling tidak hingga tahun 2024. 

Selanjutnya: United Tractos (UNTR) menyebut kinerja operasional masih sesuai target

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×