kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.508.000   10.000   0,67%
  • USD/IDR 15.930   -61,00   -0,38%
  • IDX 7.141   -39,42   -0,55%
  • KOMPAS100 1.095   -7,91   -0,72%
  • LQ45 866   -8,90   -1,02%
  • ISSI 220   0,44   0,20%
  • IDX30 443   -4,74   -1,06%
  • IDXHIDIV20 534   -3,94   -0,73%
  • IDX80 126   -0,93   -0,74%
  • IDXV30 134   -0,98   -0,72%
  • IDXQ30 148   -1,09   -0,73%

APBI: Keputusan Menteri soal batubara DMO US$ 70 per ton tak sesuai harapan pengusaha


Jumat, 27 Desember 2019 / 18:25 WIB
APBI: Keputusan Menteri soal batubara DMO US$ 70 per ton tak sesuai harapan pengusaha
ILUSTRASI. Foto udara tempat penumpukan sementara batu bara yang dilakukan secara terbuka di tepi Sungai Batanghari, Muarojambi, Jambi, Rabu (20/11/2019).


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Azis Husaini

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif memastikan harga patokan batubara untuk kelistrikan senilai US$ 70 per ton akan berlanjut di tahun depan. Volume wajib pasok dalam negeri alias Domestik Market Obligation (DMO) dipatok stabil, yakni di angka 25% dari produksi.

Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) pun buka suara menanggapi kebijakan tersebut. Direktur Eksekutif APBI Hendra Sinadia mengakui, kebijakan tersebut tak sejalan dengan harapan dari sebagian pelaku usaha.

Baca Juga: Menteri ESDM pastikan harga batubara DMO US$ 70 per ton tetap berlanjut di 2020

Hendra mengatakan, APBI pada awalnya meminta supaya harga khusus US$ 70 per ton untuk kelistrikan dan juga besaran DMO 25% dari produksi bisa terhenti hingga akhir tahun ini. Namun, Hendra menyebut bahwa keputusan pemerintah selaku regulator tetap akan menjadi acuan bagi pelaku usaha.

"Jika keputusan tersebut sudah ditetapkan, kami selaku kontraktor pemerintah tentu menghargai keputusan yang diambil oleh regulator" kata Hendra saat dihubungi Kontan.co.id, Jum'at (27/12).

Menurut Hendra, dengan besaran DMO yang masih 25% dan berlanjutnya harga patokan US$ 70 per ton, maka pemerintah harus memperhatikan penetapan produksi batubara dan serapannya di dalam negeri.

Pasalnya, produksi batubara yang terus meningkat tidak berbanding dengan serapan batubara dalam negeri yang tidak tumbuh signifikan. "Permasalahan akan muncul terkait dengan penetapan produksi, dengan demand domestik yang belum meningkat signifikan," sambung Hendra.

Baca Juga: Konsumen komoditas batubara Bukit Asam (PTBA) akan mengalami pergeseran

Dengan kondisi seperti itu, Hendra meminta supaya pemerintah memperhatikan penerapan sanksi bagi perusahaan yang tidak bisa memenuhi persentase DMO.

Apalagi, selain kebutuhan batubara domestik yang belum tumbuh signifikan, kesesuaian kalori batubara yang dimiliki perusahaan dengan yang dibutuhkan oleh pengguna dalam negeri juga sering menjadi kendala.

"Penerapan sanksi juga dikhawatirkan malah menyulitkan. Pada intinya, intervensi terhadap mekanisme harga komoditas justru akan berdampak negatif," jelas Hendra.

Senada dengan itu, Pelaksana Harian (Plh) Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Indonesia (API) atau Indonesian Mining Association (IMA) Djoko Widajatno berpendapat, keberlanjutan harga patokan US$ 70 per ton ini cenderung akan menyulitkan pelaku usaha di tengah kondisi tren harga batubara seperti saat ini.

Sebelumnya, Djoko sempat mengusulkan agar harga patokan tidak berbeda jauh di bawah Harga Batubara Acuan (HBA) yang mengikuti pergerakan harga pasar. "Harganya diharapkan masih memberikan kesempatan pada perusahaan pemasok DMO untuk dapat keuntungan. Melihatnya (harga patokan berlanjut) agak sulit," kata Djoko.

Terkait dengan sanksi bagi perusahaan yang tidak bisa memenuhi DMO, Kementerian ESDM tengah menyiapkan mekanisme sanksi yang baru. Selama ini, perusahaan yang tidak mampu memenuhi kuota DMO akan dikenai sanksi berupa pengurangan produksi.

Baca Juga: Tak jadi pakai tarrif adjustment, tarif listrik tak akan naik tahun depan

Untuk tahun depan, rencananya perusahaan yang tidak bisa memenuhi kewajiban DMO akan dikenai sanksi berupa denda. Pemerintah juga memberikan insentif bagi perusahaan yang bisa melampaui target DMO.

Namun, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono mengatakan bahwa pihaknya masih mengevaluasi mekanisme baru tersebut. "Masih dievaluasi," kata Bambang saat ditemui di kantor Kementerian ESDM, Jum'at (27/12).

Adapun, terkait dengan produksi batubara, Bambang mengatakan, pihaknya masih dalam proses memberikan persetujuan terhadap Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) yang diajukan perusahaan untuk tahun depan. Hanya saja, Bambang memberikan gambaran, target produksi batubara nasional dalam RKAB tahun 2020 berkisar di angka 530 juta ton.

"(Target produksi 2020) belum final, masih dalam proses persetujuan. Plus minusnya segitu (530 juta ton)," tandas Bambang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×