Reporter: Adhitya Himawan | Editor: Havid Vebri
JAKARTA. Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) keberatan dengan rencana pemerintah yang akan menetapkan 14 pelabuhan khusus ekspor batubara. Mereka khawatir, kebijakan tersebut justru akan semakin memukul pelaku usaha batubara.
Hendra Sinadia, Deputi Eksekutif APBI mengatakan, pada prinsipnya pelaku usaha batubara mendukung niatan pemerintah memerangi ekspor batubara ilegal. "Tapi ibaratnya diagnosa penyakitnya sudah benar, kalau resep obatnya salah, bukannya sembuh, justru muncul penyakit lain," kata Hendra kepada KONTAN, Minggu (18/10).
APBI menilai pelabuhan khusus ekspor batubara akan menimbulkan dua permasalahan. Pertama, jumlah pelabuhan yang menjadi pintu keluar ekspor menjadi terbatas.
Kedua, tak semua lokasi pertambangan batubara dekat dengan pelabuhan khusus. Alhasil, kelak pelaku usaha batubara berpotensi merogoh biaya pengangkutan lebih besar demi mengantarkan batubara ekspor ke pelabuhan khusus. Padahal, saat ini mereka tengah tertekan oleh penurunan harga komoditas batubara.
Catatan APBI, jumlah anggota mereka saat ini 90 perusahaan batubara. Perlu diketahui, tak semua perusahaan batubara tergabung dalam APBI. Sementara, jumlah pelabuhan di seluruh Indonesia, di atas 200 pelabuhan.
Alih-alih merealisasikan pelabuhan khusus ekspor batubara, APBI berharap Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) meningkatkan koordinasi dengan Kementerian Perhubungan. Tujuannya, memperkuat mekanisme pengawasan ekspor batubara di seluruh pelabuhan. "Daripada ekspor batubara dipaksakan hanya melalui 14 pelabuhan," harap Hendra.
Sejauh ini, baru diketahui bahwa 14 pelabuhan khusus tersebut terdiri dari tujuh pelabuhan di Sumatera dan tujuh pelabuhan di Kalimantan. "Kami masih menyiapkan proses SK-nya yang masih digodok di Biro Hukum Kementerian ESDM jadi belum bisa sebutkan nama dan lokasi pelabuhannya," kata Bambang Gatot Ariyono, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News