kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Apkrindo: Prospek bisnis restoran dan kafe bergantung dari pengendalian pandemi


Selasa, 02 Maret 2021 / 16:34 WIB
Apkrindo: Prospek bisnis restoran dan kafe bergantung dari pengendalian pandemi
ILUSTRASI. Industri hotel butuh insentif


Reporter: Dimas Andi | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Pengusaha Kafe dan Restoran (Apkrindo) merespons positif adanya wacana pemberian insentif dari pemerintah untuk industri hotel, restoran, dan kafe (horeka). Apkrindo juga menilai, prospek industri restoran dan kafe di tahun ini sangat bergantung pada perkembangan pengendalian Covid-19.

Ketua Umum Apkrindo Eddy Sutanto mengatakan, saat ini pengusaha restoran dan kafe sangat memerlukan insentif dalam bentuk dana untuk memastikan pembayaran kepada para karyawannya. Selain itu, ia juga berharap kebijakan stimulus pajak penghasilan (PPh) 21 dievaluasi kembali lantaran banyak tenaga kerja restoran dan kafe yang mengalami pengurangan gaji dan dirumahkan, sehingga kurang efektif.

Industri restoran dan kafe pun masih harus melalui jalan terjal seiring belum terkendalinya pandemi Covid-19 di Indonesia. Para pelaku usaha masih kesulitan mempertahankan kinerjanya mengingat operasional restoran dan kafe terhambat oleh kebijakan pembatasan kegiatan di masa pandemi.

Baca Juga: Siap-siap, hotel, restoran dan kafe bakal dapat insentif dari pemerintah

“Bisnis restoran dan kafe sangat bergantung pada kondisi pandemi Covid-19. Yang bisa kami upayakan adalah penerapan protokol kesehatan yang ketat saat berada di tempat,” ujar dia, Selasa (2/3).

Penjualan produk restoran dan kafe pun saat ini lebih banyak dikontribusikan dari pesanan yang dibawa pulang (take away). Namun, penjualan secara take away tetap tidak bisa menutupi kehilangan potensi pendapatan dari penjualan secara dine in atau makan/minum di tempat.

“Nilai experience dari dine in tidak bisa digantikan oleh take away. Lagi pula kalau take away rata-rata porsinya tidak sebanyak dine in, jadi agak sulit juga,” imbuh Eddy.

Terlepas dari itu, Eddy menilai, beberapa pelaku usaha restoran dan kafe masih tetap menjalankan ekspansi bisnisnya seperti penambahan gerai dan lain-lain selama masa pandemi Covid-19, terutama untuk merek atau brand terkenal yang punya pangsa pasar besar. Hanya memang, ekspansi tersebut mengalami penyesuaian, misalnya dari rencana menambah 10 gerai menjadi hanya 5 gerai saja.

Selanjutnya: Ini kata Dafam Hotel Management soal hadirnya PP 10/2021

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×