Reporter: Hendrika Yunapritta | Editor: Sanny Cicilia
TOKYO. Konsumen dari Jepang terkenal menetapkan standar yang tinggi untuk beberapa aspek. Maka, jika suatu produk bisa menembus pasar Jepang, hal itu jadi catatan bagi pembeli negara lain.
Namun, tidak mudah mempertahankan konsumen Jepang. "Selalu ada tantangannya," jelas Tan Ui San, Chairman Asia Pulp and Paper Japan (APPJ) yang memasok pasar kertas fotokopi di Jepang, Senin (12/12).
Ketika ada isu negatif soal pengelolaan hutan, misalnya, banyak pembeli dari Jepang berganti pemasok. Sebaliknya, ada pula pembeli yang loyal. APPJ mengalami hal ini dengan Askul Corporation, pembeli mereka sejak tahun 2000.
Mereka juga mendapat tekanan dari LSM untuk menpertimbangkan aspek lingkungan. "Pada saat yang sama, Askul harus membeli kertas fotokopi," kata Kazuyuki Kamel, Vice Executive Officer CSR & General Affairs Askul Corporation.
Itu sebabnya, menurut Kazuyuki, mereka menetapkan standar tertentu terkait pengelolaan hutan terhadap APP. "Termyata mereka bisa memenuhi," ujarnya.
Tahun lalu penjualan Askul berkisar ¥ 315 miliar. Tahun ini, penjualan mereka diperkirakan mencapai ¥ 345 miliar.
Tahun ini, penjualan kertas fotokopi Askul berkisar 185.000 ton. "Pasarnya mengalami pertumbuhan 5% per tahun," ujar Kazuyuki.
Bukan sekadar menetapkan standar, kata Kazuyuki, Askul juga melakukan pendampingan dan investasi pada pengelolaan hutan dan sekitarnya. Mereka menetapkan aturan 1 boks kertas ditukar dengan penanaman 2 juta pohon sejak 2008. Kazuyuki bilang hingga sekarang mereka berinvestasi sekitar ¥ 3 juta untuk pengelolaan lingkungan tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News